Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah mengobral kursi empuk untuk purnawirawan TNI dan Polri di Dewan Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, ternyata ada 45 purnawirawan yang menjadi komisaris di berbagai perusahaan pelat merah itu.
Jumlahnya tak termasuk di anak usaha holding BUMN. Pengecualian hanya berlaku untuk perusahaan di bawah PT Len Industri (Persero) alias DEFEND ID sebagai induk BUMN industri pertahanan serta PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID yang merupakan holding tambang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mungkin memang masih wajar jika urusan pertahanan dipercayakan kepada mantan prajurit. Namun, ternyata masalah tambang sampai pangan juga dalam cengkeraman purnawirawan. TNI atau Polri, mereka sama-sama mengambil porsi cukup dominan.
Contohnya, Nugroho Widyotomo selaku purnawirawan bintang tiga TNI yang menduduki kursi Komisaris Independen MIND ID. Holding BUMN tambang itu bahkan menunjuk anggota Polri aktif, yakni Komjen Muhammad Fadil Imran sebagai Komisaris.
Fadil diketahui masih menjadi Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri.
Ada juga 3 purnawirawan yang memegang peran penting dalam urusan beras dengan duduk di kursi Anggota Independen Dewan Pengawas Perum Bulog. Mereka adalah Mayjen TNI (Purn.) Arifin Seman; Letjen TNI (Purn.) Andi Geerhan Lantara; dan Komjen Pol (Purn.) Verdianto Iskandar Bitticaca.
Begitu pula di PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) alias ID FOOD yang tak luput dari kelap-kelip bintang. Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen induk BUMN pangan itu adalah Mayjen TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Suhartono Suratman.
Sedangkan posisi Komisaris ditempati Irjen Pol (Purn.) Budiono Sandi.
Lantas, apa maslahat dan mudarat eksistensi purnawirawan TNI-Polri di BUMN, terlebih, semua perusahaan pelat merah baru-baru ini bermigrasi ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara)?
Sekretaris Jenderal Transparency International (TI) Indonesia J Danang Widoyoko melihat fenomena ini bukan untuk kepentingan bisnis BUMN. Menurutnya, penempatan pensiunan TNI dan Polri murni sebagai urusan politik.
"Ini bentuk patronase. Jadi, yang berkuasa memberikan pekerjaan atau jabatan ke para pendukung sebagai imbalan dari dukungan politik," kata Danang kepada CNNIndonesia.com, Senin (16/6).
"Tidak perlu mereka cakap atau tidak, punya skill relevan atau tidak, juga bukan untuk BUMN akan untung atau tidak. Ini semata-mata relasi patronase untuk memelihara dukungan bagi pemegang kekuasaan," tegasnya.
Danang secara spesifik mempertanyakan bagaimana mantan prajurit itu bisa bercokol di BUMN pangan. Ia menilai tidak ada hubungan dan korelasi hadirnya purnawirawan dalam pos tersebut.
Apalagi, jika dipaksakan dengan narasi menjaga ketahanan pangan Indonesia.
Ia menyebut militer bukan satu-satunya pihak dengan etos kerja. Militer yang berprestasi tentu punya disiplin luar biasa di bidang pertahanan.
Akan tetapi tambahnya, masalah bisnis bisa ditangani manajer yang bertahun-tahun belajar dan mengerjakan operasional perusahaan.
"Ketika dipindah ke sektor lain, apakah (TNI-Polri) akan berguna atau tidak? Saya kira kita perlu merunut sejarah. Banyak bisnis militer yang bangkrut dan bubar saat diterpa krisis 1998. Kalau tidak ada krisis, mungkin BUMN baik-baik saja. Tetapi pengalaman bisnis di bawah yayasan dan koperasi TNI menunjukkan bisa rugi (ketika ada krisis) dan akhirnya bubar atau dijual ke pihak lain," jelasnya.
Danang menyarankan tujuan BUMN ke depan sudah semestinya diperjelas. Ia mencontohkan bagaimana perusahaan swasta bertekad mencetak profit sebesar-besarnya.
Nah berkaitan dengan hal ini, seharusnya pemerintah juga demikian; mau menjadikan BUMN apa?
Ia melihat perusahaan pelat merah justru sering tidak jelas dalam menetapkan tujuan bisnis, apakah BUMN dibuat untuk mencari keuntungan, memberikan pelayanan publik, atau malah bertahan hanya demi memelihara dukungan politik dan mengumpulkan modal untuk pemilihan umum (Pemilu).
"Ketidakjelasan tujuan ini yang membuat kinerja BUMN pada umumnya berada di bawah perusahaan swasta di sektor yang sama," bebernya.
"Barangkali kalau kita berprasangka baik, penempatan pensiunan itu ya agar mereka berkontribusi. Tetapi untuk kontribusi mestinya yang sesuai bidang dan masih segar, bukan pensiunan tidak produktif. Dengan melemahnya atau diterabasnya aturan conflict of interest, maka Danantara, BUMN, dan proyek-proyek investasinya akan rentan jadi ajang memburu rente," wanti-wanti Danang.
Petaka mengintai Danantara
Sementara itu, Peneliti NEXT Indonesia Herry Gunawan menegaskan urusan korporasi mutlak menjadi ranah sipil. Ia menilai sama sekali tidak ada urgensi menempatkan purnawirawan TNI dan Polri di kursi Dewan Komisaris BUMN.
Dispensasi non-sipil, menurutnya, hanya bisa dimaklumi untuk industri yang terkait dengan pertahanan semacam DEFEND ID. Oleh karena itu, para mantan prajurit tidak sepatutnya menguasai energi, pangan, maupun sektor selain pertahanan militer.
Ada 3 makna yang dipotret Herry dari hadirnya purnawirawan TNI-Polri di BUMN.
Pertama, BUMN masih menjadi komoditas politik. Para pensiunan yang malah mengisi hari tua di perusahaan pelat merah dianggap sebagai aksi bagi-bagi jatah kepada para relawan.
"Jangan-jangan, BUMN malah dianggap sebagai harta rampasan perang," kritik Herry.
Kedua, ia menegaskan sulit untuk mengatakan bahwa BUMN merdeka dari intervensi politik. Sedangkan makna ketiga yang ditangkapnya adalah ekspresi penempatan circle atau orang-orang terdekat kekuasaan di sektor bisnis korporasi.
Ia menganggap BUMN diharapkan menjadi simpul bisnis atau ekonomi dalam ekosistem kekuasaan yang umumnya sudah menguasai wilayah politik maupun hukum.
Pada akhirnya, itu mengaburkan klaim BUMN bisa berjalan lebih baik di bawah pengaruh purnawirawan.
Menurutnya, masyarakat sipil justru lebih terlatih di korporasi ketimbang TNI dan Polri. Ia juga mengingatkan bahwa selama ini sudah ada program Talent Pool yang digembar-gemborkan Kementerian BUMN sebagai ajang menyiapkan talenta untuk suksesi kepemimpinan.
Talent Pool bahkan tertuang dalam Peraturan Menteri BUMN No. PER-1/MBU/03/2023 tentang Penugasan Khusus dan Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan BUMN. Isi beleid itu jelas, salah satunya menegaskan bahwa suksesi direksi diambil dari Talent Pool.
"Ternyata (Talent Pool) hanya berlaku di atas kertas dan jargon. Nyatanya, pimpinan BUMN bisa datang dari mana saja: politisi, pensiunan TNI, maupun pensiunan Polri," katanya.