Ada Kekhawatiran Area Tambang Nikel Meluas ke Tempat Wisata Raja Ampat

1 day ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dinilai mengancam keberlanjutan ekowisata. Padahal, pariwisata merupakan sektor yang menjadi tulang punggung bagi mayoritas penduduk di Raja Ampat.

Mencuatnya polemik ini tidak lain setelah aktivitas pertambangan nikel di Pulau Kawe, yang dianggap semakin dekat dengan kawasan geopark dan tempat wisata di Raja Ampat.

Ada kekhawatiran bahwa area tambang nikel akan meluas ke tempat-tempat wisata Raja Ampat. Hal ini disampaikan pelaku pariwisata lokal dari Travel Jalan Jalan Raja Ampat, Valentine Mamelas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Valentine, dia dan koleganya yang berkecimpung di sektor pariwisata Raja Ampat takut wilayah pertambangan diperluas ke area tempat wisata dan mempengaruhi kegiatan wisata di destinasi yang dijuluki Surga Terakhir di Bumi itu.

"Ya, belum terkena dampak. Cuma memang yang kemarin kami protes itu, masalah yang (aktivitas tambang) di Pulau Kawe itu, kan dekat sekali dengan Pulau Wayag, salah satu tempat wisata. Nah itu yang kami complain, karena kami takut akan terkena dampak ke kami seperti itu, ke tempat wisata Wayag dan sekitarnya," jelas Valentine saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (12/6) siang WIB.

Dia juga menekankan bahwa mayoritas penduduk di Raja Ampat bergantung pada industri pariwisata, sehingga jika kawasannya tercemar akibat limbah tambang akan berdampak besar bagi kehidupan masyarakat setempat.

"Mayoritas penduduk di sini yang mencari nafkahnya kebanyakan dari wisata, ada nelayan juga, jadi kalau tempat wisatanya rusak dan tercemar, berdampak besar untuk warga," ucapnya.

Sementara itu, Greenpeace melalui pernyataan resminya menyampaikan, meskipun ekowisata Raja Ampat berbasis lokal memiliki potensi besar untuk melindungi sumber daya alam serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, perhatian serius perlu diberikan untuk mencegah potensi dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati dan mata pencaharian tradisional.

Menurut Greenpeace, di wilayah terpencil tanpa infrastruktur untuk mengelola limbah dan air limbah buangan, terdapat bukti yang kuat menunjukkan pertumbuhan populasi masyarakat yang pesat dapat menyebabkan kerusakan pada terumbu karang dan ekosistem laut di sekitar Raja Ampat.

"Jumlah sampah plastik, air limbah yang tidak diolah, serta residu dari produk sabun pencuci atau pembersih terus meningkat di laut, baik yang berasal dari kapal pesiar, resor, penginapan, maupun dari masyarakat lokal di kepulauan ini. Para ilmuwan yang meneliti wilayah ini telah menyatakan keprihatinan atas dampak ekologi yang nyata dari polusi air limbah terhadap terumbu karang di Raja Ampat bagian tengah-termasuk pertumbuhan berlebihan sianobakteri beracun dan oleh pemutihan karang yang parah pada akhir tahun 2024," bunyi pernyataan Greenpeace, Kamis(12/6).

(wiw)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |