Bos Badan Gizi Ungkap Proses Penanganan jika Ada Siswa Keracunan MBG

2 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjelaskan alur penanganan apabila terjadi kasus keracunan pada penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Menurutnya, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur MBG sudah memiliki mekanisme yang terhubung dengan fasilitas kesehatan setempat.

"Kepala SPPG berkoordinasi dengan puskesmas terdekat akan meng-handle. Sejauh ini, BGN meng-handle dan ada juga dengan status KLB (Kejadian Luar Biasa) pemda mengklaim BPJS," kata Dadan kepada CNNIndonesia.com, Jumat (19/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dadan menyampaikan standar keamanan pangan di setiap dapur SPPG telah disusun untuk meminimalisasi risiko insiden. Setiap unit dilengkapi ahli gizi yang bertugas menyusun menu sekaligus mengawasi kualitas makanan.

"Pada setiap SPPG ditempatkan ahli gizi yang bertugas menyusun menu dan sekaligus mengawasi kualitasnya. Para ahli gizi dan kepala masak pasti melakukan uji kelayakan makanan," ujar dia.

Ia menjelaskan uji kelayakan dilakukan oleh ahli gizi bersama kepala dapur. Sementara itu, sampel makanan dari setiap pengiriman wajib disimpan minimal dua hari di fasilitas SPPG.

Pengiriman makanan juga diatur agar tetap aman dikonsumsi dengan durasi maksimal empat jam sejak diproduksi.

Selain itu, sambungnya, pengawasan rutin dilakukan oleh sejumlah instansi. Bahan baku diperiksa Dinas Ketahanan Pangan, masakan dicek Dinas Kesehatan, dan aspek higienis ditangani oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dalam sepekan terakhir sejumlah daerah melaporkan kasus keracunan yang diduga berasal dari menu MBG, mulai dari Baubau (Sulawesi Tenggara), Lamongan (Jawa Timur), hingga Sumbawa (Nusa Tenggara Barat). Ratusan siswa mengalami gejala mulai dari mual hingga diare, sebagian di antaranya harus menjalani perawatan medis.

Dadan sebelumnya menyebut faktor penyebab insiden berbeda-beda. Ada kasus yang dipicu keterbatasan dapur SPPG baru yang belum terbiasa melayani dalam skala besar, ada pula yang terjadi akibat pergantian pemasok bahan baku.

"Satu penyebabnya disebabkan oleh baru beroperasinya SPPG seperti yang di Bengkulu, makanya kami kemudian sarankan untuk SPPG baru mulainya bertahap. Karena ibu-ibu yang biasa masak (buat) empat orang sampai 10 orang itu belum tentu bisa untuk masak langsung (untuk) 1.000 sampai 3.000 (orang)," ujarnya di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Kamis (18/9).

Ia mencontohkan di Baubau, program MBG sebenarnya sudah berjalan delapan bulan tanpa masalah. Namun, kasus keracunan muncul setelah pemasok bahan baku diganti ke penyedia lokal yang belum terbiasa memenuhi kebutuhan skala besar.

Meski ada insiden, BGN tetap menargetkan jalannya program dengan standar zero incident. Hingga kini, sekitar 1 miliar porsi makanan telah disalurkan melalui program MBG.

"Ya tetap. Haruslah itu harus zero incident. Kita kan ingin membuat anak cerdas, sehat, kuat, ya harus makanannya dikonsumsi dengan baik dan tidak menimbulkan gangguan pencernaan," ujar Dadan lebih lanjut.

[Gambas:Video CNN]

(del/dhf)

Read Entire Article
| | | |