Jakarta, CNN Indonesia --
Cakupan imunisasi di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2025 dibandingkan 2024. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), cakupan 2024 per 14 Desember baru mencapai 68,6 persen dari target 80 persen.
Angka tersebut menurun dari capaian tahun 2024 sebesar 87,7 persen. Tidak adanya izin dari suami atau ayah jadi salah satu faktor penyebab penurunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keluarga kita [di Indonesia], kan, masih patriarki, ya. Kalau ada ibu yang sudah mendapatkan edukasi soal imunisasi, mereka terbuka pikirannya. Cuma begitu ditanya boleh enggak vaksin, mereka jawab 'saya izin dulu sama suami ya'. Itu [imunisasi] sering terpotong di situ," ujar Direktur Imunisasi Kemenkes Indri Yogaswari di Jakarta, Jumat (19/12), melansir detikhealth.
Menurut Indri, banyak juga ayah yang tidak mengizinkan anaknya diimunisasi lantaran percaya teori konspirasi. Misalnya, hoaks yang menyebut imunisasi bisa memicu autisme.
Faktor agama dan kepercayaan juga turut berkontribusi terhadap masih kurangnya cakupan imunisasi tahun ini.
Selain itu, ada juga orang tua yang menganggap efektivitas vaksin masih kurang sehingga anak tetap bisa sakit.
"Memang tergantung jenis vaksin. Ada yang sekali seumur hidup, ada yang perlu di-booster baru ketemu level imun yang bagus. Itu perlu dijelaskan, karena banyak yang mengira sama rata," ujar dia.
Berikut beberapa penyebab cakupan imunisasi yang rendah temuan Kemenkes:
- pihak keluarga atau suami tidak mengizinkan (47 persen)
- takut efek samping (45 persen)
- anak sakit (23 persen)
- lupa atau tidak tahu jadwal imunisasi (23,4 persen)
- imunisasi dianggap tidak penting (22,8 persen)
- isu agama/kepercayaan (12 persen)
- tidak ada waktu (11,2 persen)
Indri mengingatkan, imunisasi menjadi hak semua orang. Imunisasi dapat memberikan perlindungan dari berbagai ancaman penyakit.
(asr)















































