Jakarta, CNN Indonesia --
Jembatan Hongqi di Provinsi Sichuan, China, yang ambruk sebagian pada Selasa (11/11) sempat dijagokan pemerintah sebagai ikon kemajuan infrastruktur Negeri Tirai Bambu.
Jembatan sepanjang 758 meter itu baru rampung dibangun pada awal tahun ini dan resmi dibuka pada April. Namun, jembatan penghubung wilayah bagian tengah China dengan Tibet itu ambruk pada Selasa sore sekitar pukul 15.00 dan 16.00 waktu lokal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan koran pemerintah Global Times memaparkan jembatan ambruk setelah retakan telah terdeteksi sehari sebelumnya di permukaan jalan dan lereng jembatan. Pihak berwenang pun saat itu segera memberlakukan pembatasan lalu lintas sementara.
Sejumlah rekaman video yang viral di media sosial memperlihatkan jembatan yang terletak di wilayah pegunungan Maerkang dan dekat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Shuangjiangkou itu sempat melengkung, sebelum akhirnya ambruk ke sungai di bawahnya. Insiden ini menimbulkan reruntuhan beton dan debu tebal yang membumbung tinggi.
Badan transportasi dan keamanan publik setempat mengatakan lereng sisi kanan jembatan menunjukkan tanda-tanda deformasi pada Senin, hanya beberapa belas jam sebelum jembatan itu runtuh.
Pihak berwenang dengan cepat menutup akses jembatan bagi seluruh kendaraan dan mengeluarkan peringatan publik mengenai potensi risiko keselamatan.
Meski tidak ada korban luka maupun jiwa, insiden ini memunculkan pertanyaan soal proses pembangunan jembatan dengan modal sekitar 300 juta yuan (sekitar Rp660 miliar).
Konstruksi dan desain jembatan ini dikelola oleh Chengdu Engineering Corporation, anak perusahaan milik negara di bawah China Power Construction Corporation yang diawasi oleh Komisi Pengawasan dan Administrasi Aset Milik Negara (SASAC).
Dikutip Asia Financial, Jembatan Hongqi sebelumnya dipuji sebagai "keajaiban teknik", dengan bentang utama setinggi 232 meter dan diklaim mampu menahan gempa hingga magnitudo 8.
Sampai saat ini, belum ada kepastian soal penyebab jembatan modern ini ambruk. Namun, ketidakstabilan tanah atau geologis segera diduga sebagai penyebab tanah longsor dan keruntuhan jembatan. Sebab, Sichuan dan Yunnan berada di wilayah rawan gempa.
Namun, muncul pula spekulasi yang mengaitkan peristiwa tersebut dengan operasional PLTA Shuangjiangkou, bendungan tenaga air tertinggi di dunia.
Tibetan American Network, layanan berita harian berbahasa Tibet, melaporkan pada Selasa bahwa sumber-sumber di Tibet menyebut adanya gangguan geologis tak lama setelah seremoni penyelesaian Bendungan Shuangjiangkou pada Minggu (9/11).
Bendungan setinggi 315 meter itu dirancang menghasilkan 2.000 megawatt listrik per tahun.
Bendungan mulai diisi pada 1 Mei, menurut laporan Tibetan Review. Media tersebut juga menyinggung jika Sichuan merupakan wilayah dengan aktivitas seismik tinggi dan lanskap alpin yang rawan longsor.
Media itu juga mencatat bahwa risiko tersebut "diperburuk oleh musim hujan yang dipicu perubahan iklim" serta beban masif bendungan-bendungan di hulu.
Reservoir bendungan berkapasitas besar diketahui dapat memicu gempa, terutama ketika dibangun di area dengan aktivitas seismik.
Kondisi lereng di sekitar Jembatan Hongqi memburuk pada Selasa sore, memicu longsor yang menyebabkan runtuhnya bagian jembatan dan badan jalan, menurut Reuters yang mengutip pejabat setempat.
Sementara "ketidakstabilan geologis" tampak menjadi penyebab utama, investigasi dilaporkan tengah dilakukan untuk menelusuri kemungkinan cacat desain, kualitas material, dan pengerjaan yang buruk.
Insiden ini juga menyoroti keselamatan infrastruktur China dan menimbulkan pertanyaan apakah bangunan-bangunan tersebut mampu bertahan menghadapi semakin banyaknya kejadian cuaca ekstrem, serta apakah negara itu perlu terus membangun pembangkit listrik tenaga batu bara yang dianggap memperparah pemanasan global.
Tiongkok dikenal agresif membangun infrastruktur mulai dari jalan raya dan kereta cepat selama 13 tahun kepemimpinan Presiden Xi Jinping. Namun, di saat bersamaan China juga mengalami sejumlah kecelakaan infrastruktur seperti jembatan dan jalan dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa bulan lalu, sedikitnya belasan pekerja tewas ketika jembatan kereta api sepanjang 1,6 kilometer runtuh saat konstruksi di Provinsi Qinghai, barat laut Tiongkok.
Tahun lalu, sebanyak 38 orang meninggal ketika sebagian jembatan di Provinsi Shaanxi runtuh akibat hujan deras dan banjir bandang yang menyeret lebih dari dua lusin kendaraan ke sungai berarus deras.
Pada Mei 2024, sekitar 36 orang tewas setelah hujan lebat menyebabkan sebagian jalan raya amblas di wilayah pegunungan Provinsi Guangdong.
(rds/bac)















































