Jakarta, CNN Indonesia --
Jennifer Lawrence tampaknya tak yakin akan tetap bisa membahas politik atau soal Presiden Donald Trump secara terbuka seperti banyak artis-artis Hollywood yang lain.
Menurut JLaw saat berbincang dalam The Interview dari New York Times, pengalamannya saat terbuka menyerang Trump saat periode pertama memberi banyak pelajaran untuk saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aku benar-benar tidak tahu apakah aku harus melakukannya [bicara soal politik]. Pemerintahan Trump yang pertama sangat liar dan bagaimana mungkin kita membiarkannya begitu saja? Rasanya seperti berlarian seperti ayam tanpa kepala," kata Lawrence.
"Tapi seperti yang telah kita pelajari, dari pemilu ke pemilu, selebritas sama sekali tidak memengaruhi siapa yang dipilih orang," katanya.
Jadi, apa yang saya lakukan? Saya hanya berbagi pendapat tentang sesuatu yang akan menambah api yang memecah belah negara ini. Kita sudah sangat terpecah belah," kata JLaw seperti diberitakan Variety pada Sabtu (1/11).
Lawrence merasa posisinya sebagai selebritas dan aktris juga membuat posisi semakin rumit. Bila ia berbicara dan menyinggung kelompok tertentu, bisa jadi itu akan mengguncang filmnya yang sedang tayang.
Beberapa kali film yang tayang pernah kena boikot, seperti Snow White yang menampilkan Gal Gadot. Film live-action tersebut menjadi korban boikot mengingat Gal Gadot mendukung Israel yang melakukan genosida ke Palestina.
Bukan hanya film. Beberapa karya seni lainnya di Amerika Serikat juga kena boikot hanya karena perbedaan politik, salah satunya saat Taylor Swift secara terbuka mendukung kandidat dari Partai Demokrat. Kala itu, Swift juga kena boikot dari kalangan pendukung Partai Republik.
"Saya tidak ingin membuat orang-orang tidak tertarik pada film dan karya seni yang dapat mengubah kesadaran atau mengubah dunia karena mereka tidak menyukai opini politik saya," kata Lawrence.
"Saya ingin melindungi karya saya agar Anda tetap bisa terhanyut dalam karya saya. Dan jika saya tidak bisa mengatakan sesuatu yang bisa membawa perdamaian atau menurunkan suhu atau solusi, saya tidak ingin menjadi bagian dari masalah," katanya.
"Saya tidak ingin memperburuk masalah... Anda melihat wajah para aktor yang memiliki karier luar biasa dan memberikan kontribusi luar biasa, lalu separuh internet tidak ingin melihat wajah mereka lagi. Saya sangat sedih untuk orang-orang itu, dan rasanya sangat salah."
Oleh karena itu, dirinya saat ini berusaha mengubah cara menyampaikan pandangan politik melalui karya yang ia hasilkan.
Beberapa proyek film Lawrence yang mengambil tema politik seperti Bread and Roses (2021) yang mengikuti kisah tiga perempuan Afghanistan di tengah dampak serangan Taliban.
Selain itu, dokumenter Zurawski v Texas terkait perempuan-perempuan Texas yang menggugat pemerintah karena Undang-Undang larangan aborsi yang sangat ketat, meskipun janinnya tidak bisa diselamatkan.
(gis/end)


















































