JK Sorot Banyak Sarjana Jadi Driver Ojol Gegara Lapangan Kerja Kurang

2 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Presiden ke 10 dan ke 12 Jusuf Kalla menyorot soal banyaknya sarjana menjadi pengemudi ojek online (ojol).

Hal itu terjadi lantaran pasar kerja Indonesia tidak bisa menyerap seluruh lulusan perguruan tinggi.

"Sekarang 25 persen pengemudi ojek online itu sarjana. Ini menunjukkan ketidakseimbangan antara jumlah lulusan dan lapangan kerja," ujar JK saat acara Sarasehan Ekonomi di Unhas, Senin (15/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai Indonesia perlu menata ulang strategi pembangunan ekonomi dengan fokus pada industri manufaktur, pendidikan vokasi, pelatihan kerja, serta reformasi hukum agar lebih berpihak pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan berkelanjutan.

"Ekonomi bukan hanya soal pasar saham. Lihatlah pasar-pasar rakyat, di sanalah kondisi ekonomi yang sesungguhnya," ujarnya.

Menurut JK, apabila Indonesia emas ingin tercapai, pendapatan nasional harus meningkat hingga empat kali lipat agar bisa masuk dalam kategori negara berpendapatan tinggi.

Saat ini, Indonesia berada di kategori negara berpendapatan menengah dengan pendapatan perkapita sekitar US$5.000 hingga US$15.000.

"Kalau kita ingin Indonesia Emas, maka pendapatan per kapita harus di atas US$15.000. Artinya ekonomi kita harus naik sekitar empat kali lipat dari sekarang," ungkapnya.

Namun, upaya tersebut terhambat akibat kesalahan kebijakan ekonomi, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam.

JK menilai insentif fiskal seperti pembebasan pajak (tax holiday) justru lebih banyak diberikan kepada sektor pertambangan, bukan kepada sektor manufaktur yang memiliki nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan transfer teknologi.

"Kesalahan terbesar kita adalah memberikan insentif besar kepada sektor sumber daya alam, seperti nikel dan batu bara. Padahal seharusnya insentif itu diberikan ke sektor manufaktur," ujarnya.

Ia juga mengkritik kebijakan hilirisasi yang dinilai belum memberikan manfaat sepenuhnya kepada masyarakat.

Sementara, kata dia, sebagian besar industri pengolahan nikel lebih banyak dikuasai pihak asing. Pada saat yang sama, negara menanggung dampak lingkungan dan kerugian fiskal atas aktivitas tersebut.

"Pertumbuhan ekonomi memang terlihat tinggi di daerah tambang, tetapi itu bukan untuk rakyat. Pajaknya minim, lingkungannya rusak, dan keuntungannya lebih banyak dibawa keluar," jelasnya.

[Gambas:Video CNN]

(mir/sfr)

Read Entire Article
| | | |