Kenaikan Muka Laut Melesat, Kota Besar di China Terancam Tenggelam

3 hours ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah wilayah pesisir China seperti Shanghai hingga Shenzen terancam tenggelam imbas kenaikan permukaan air laut yang semakin cepat.

Studi terbaru dari tim ilmuwan yang dipimpin Rutgers University menemukan kenaikan permukaan laut saat ini terjadi lebih cepat daripada pada periode mana pun selama 4.000 tahun terakhir. Hal ini menjadikan kota-kota pesisir China sebagai wilayah yang paling terancam.

Untuk mengungkap tren ini, para peneliti menganalisis ribuan catatan geologis dari sumber-sumber seperti terumbu karang purba dan hutan mangrove, yang secara alami menyimpan bukti tentang permukaan laut di masa lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menggunakan catatan-catatan tersebut, mereka melacak fluktuasi tingkat permukaan laut selama hampir 12.000 tahun, dimulai dari Zaman Holosen setelah zaman es terakhir.

Dalam studi yang diterbitkan di Nature pada 15 Oktober lalu ini dijelaskan tingkat permukaan laut global telah naik sejak 1900 dengan rata-rata 1,5 milimeter per tahun. Laju ini menjadi yang tertinggi selama empat milenium terakhir.

"Laju kenaikan permukaan laut global sejak 1900 adalah laju tercepat setidaknya selama empat milenium terakhir," kata Yucheng Lin, peneliti pasca-doktoral di Rutgers yang juga ilmuwan di Badan Penelitian Ilmiah dan Industri Nasional Australia (CSIRO) di Hobart.

Lin melakukan riset ini bersama Robert Kopp, seorang Profesor Terkemuka di Departemen Ilmu Bumi dan Planet di Fakultas Seni dan Ilmu Pengetahuan.

"Karya Dr. Lin menunjukkan bagaimana data geologi dapat membantu kita memahami lebih baik ancaman yang dihadapi kota-kota pesisir saat ini," kata Kopp, dikutip dari Scitechdaily.

Lin menyebut percepatan kenaikan muka laut disebabkan dua pendorong utama, yakni meluasnya pemanasan global dan mencairnya gletser.

Seiring pemanasan planet akibat perubahan iklim, lautan menyerap panas dan mengembang. Pada saat yang sama, lapisan es di Greenland dan Antartika mencair, menambah lebih banyak air ke lautan.

"Panasnya bumi membuat lautan menyerap lebih banyak volume, Dan gletser merespons lebih cepat karena ukurannya lebih kecil daripada lapisan es, yang seringkali seluas benua. Kita melihat percepatan yang semakin meningkat di Greenland saat ini," kata Lin.

Kota di China tenggelam

Meski kenaikan permukaan laut merupakan masalah global, China menghadapi ancaman lain.

Banyak kota besar dan penting secara ekonomi di China, seperti Shanghai, Shenzhen, dan Hong Kong, terletak di daerah delta, yang secara alami rentan terhadap penurunan muka tanah karena dibangun di atas sedimen tebal dan lembut. Penurunan muka tanah ini diperburuk oleh aktivitas manusia.

"Kami telah dapat mengukur laju alami kenaikan permukaan laut di wilayah ini," kata Lin.

"Namun, intervensi manusia, terutama penarikan air tanah, membuatnya terjadi jauh lebih cepat," tambahnya.

Penurunan tanah merujuk pada proses perlahan-lahan tenggelamnya permukaan Bumi. Hal ini dapat terjadi secara alami akibat proses geologis atau disebabkan aktivitas manusia seperti pengambilan air tanah.

Untuk menentukan bagaimana kenaikan permukaan laut akan berdampak negatif pada delta-delta di China, tim peneliti menganalisis kombinasi catatan geologis, data penurunan tanah dan dampak aktivitas manusia di wilayah pesisir, terutama di Delta Sungai Yangtze dan Delta Sungai Mutiara. Wilayah-wilayah ini menjadi kawasan pemukiman bagi beberapa kota besar.

Di Shanghai, kata Lin, sebagian wilayah kota tenggelam lebih dari satu meter selama abad ke-20 akibat penggunaan air tanah yang berlebihan. Hal ini terjadi dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dibanding laju kenaikan permukaan laut global saat ini.

Wilayah delta memiliki karakteristik datar, subur dan dekat air, menjadikannya ideal untuk pertanian, transportasi dan pengembangan perkotaan. Namun, kondisi geografisnya juga membuatnya sangat rentan terhadap banjir.

"Kenaikan permukaan laut beberapa sentimeter akan sangat meningkatkan risiko banjir di delta," tutur Lin.

"Wilayah-wilayah ini tidak hanya penting secara domestik, tetapi juga merupakan pusat manufaktur internasional. Jika risiko pesisir terjadi di sana, rantai pasokan global akan rentan," imbuhnya.

Meski risetnya menunjukkan risiko tersebut, ada hal lain yang juga ditemukan. Ia menyebut kota-kota seperti Shanghai telah mengambil langkah-langkah mengurangi penurunan tanah dengan mengatur penggunaan air tanah dan bahkan menyuntikkan kembali air tawar ke dalam akuifer bawah tanah.

"Shanghai sekarang tidak lagi tenggelam secepat dulu. Mereka menyadari masalahnya dan mulai mengatur penggunaan air tanah mereka," terang Lin.

Selain itu, studi ini juga menyediakan peta kerentanan untuk membantu pemerintah dan perencana kota mengidentifikasi titik-titik rawan penurunan tanah dan bersiap menghadapi kenaikan permukaan laut di masa depan.

Meski studi ini fokus pada wilayah China, pelajaran dari studi ini bisa berlaku secara global. Banyak kota besar, seperti New York, Jakarta dan Manila, dibangun di dataran rendah pesisir dan menghadapi risiko serupa.

"Delta adalah tempat yang bagus, cocok untuk pertanian, perikanan, pengembangan perkotaan, dan secara alami menarik peradaban ke sana. Tapi mereka sangat datar namun rentan terhadap subsidence yang disebabkan oleh manusia, jadi kenaikan permukaan laut yang berkelanjutan dapat menenggelamkan mereka dengan sangat cepat," pungkas Lin.

(lom/fea)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |