Review Film: Rangga dan Cinta

2 hours ago 1

img-title Endro Priherdityo

Film ini jelas terasa dikerjakan dengan serius dan penuh cinta oleh orang-orang di dalamnya.

Jakarta, CNN Indonesia --

Ada berbagai hal baik yang saya temukan setelah menyaksikan Rangga & Cinta di layar lebar. Salah satu yang utama adalah film ini terasa dikerjakan dengan serius dan penuh cinta oleh orang-orang di dalamnya.

Keseriusan itu terlihat dari banyak aspek, termasuk penulisan cerita hingga casting. Sebagai film rebirth Ada Apa dengan Cinta? (2002), Rangga & Cinta ternyata cukup setia dalam menghadirkan kembali kisah legendaris era 2000-an tersebut.

Di luar elemen musikalnya, Mira Lesmana dan Titien Wattimena selaku penulis naskah Rangga & Cinta mengadopsi AADC dengan porsi cerita dan urutan adegan yang nyaris sama persis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Skenario itu kemudian diwujudkan dalam adegan oleh Riri Riza sebagai sutradara. Keterlibatan Riri Riza di kursi sutradara bagi saya tak terbantahkan, dan itu terbukti saat kisah Rangga dan Cinta hadir kembali selama dua jam.

Riri mampu menghadirkan cerita legendaris AADC itu dengan nuansa baru yang cukup menjanjikan. Film ini terasa manis dan sanggup menyuguhkan rona anak muda yang kuat.

Saya juga mengapresiasi keputusan Riri mengubah sejumlah adegan AADC di Rangga & Cinta, seperti adegan eksplisit saat Alya versi Ladya Cheryl ingin mengakhiri hidupnya karena tak kuat menghadapi tingkah abusif sang ayah.

Rangga & CintaReview film Rangga & Cinta: Riri mampu menghadirkan cerita legendaris AADC itu dengan nuansa baru yang cukup menjanjikan. Film ini terasa manis dan sanggup menyuguhkan rona anak muda yang kuat. (dok. Miles Films)

Bagian cerita itu masih dituturkan lewat Alya versi Jasmine Nadya. Namun, Riri mengubah rangkaian adegannya sehingga tidak lagi terlalu eksplisit dan triggering.

Keputusan ini sangat masuk akal dan menunjukkan pendewasaan Miles Films yang mau berbenah sekaligus mengoreksi karyanya sendiri pada masa lalu.

Di antara perubahan itu, ada juga yang cukup disayangkan karena adegan ikonis di bandara diubah dalam Rangga & Cinta. Namun, saya berusaha memahami keputusan kreator yang membedakan itu dengan alasan konteks zaman yang berubah dan perbedaan warna karakter Rangga.

Hal baik lainnya yang saya temukan dalam film ini datang dari wajah-wajah baru pemeran Rangga & Cinta. Proses panjang yang dihabiskan Miles Films untuk mencari ensambel pemeran itu ternyata berbuah manis.

Rangga yang dibawakan aktor debutan bernama El Putra Sarira adalah salah satu produk terbaik dari proses panjang audisi Rangga & Cinta. Ia mampu berdiri di luar bayang-bayang Nicholas Saputra, memperlihatkan Rangga baru dengan warnanya sendiri.

Penampilan El Putra sebagai Rangga terasa lebih membumi jika bersanding dengan Rangga versi Nicsap yang terasa otherworldly. El juga mampu menyuguhkan setiap lapisan karakter Rangga dengan baik, bahkan saat harus memikul cerita hingga menjalin chemistry dengan Cinta.

Rangga & CintaReview film Rangga & Cinta: Penampilan Jasmine Nadya, Daniella Tumiwa, Kyandra Sembel, Katyana Mawira, Rafly Altama, hingga Rafi Sudirman juga membuktikan Miles Films tidak salah pilih orang. (dok. Miles Films)

Leya Princy juga menampilkan akting menjanjikan sebagai Cinta. Ia konsisten memperlihatkan Cinta yang menyenangkan untuk diikuti perjalanannya, baik ketika bersama Rangga maupun Geng Cinta.

Penampilan Jasmine Nadya, Daniella Tumiwa, Kyandra Sembel, Katyana Mawira, Rafly Altama, hingga Rafi Sudirman juga membuktikan Miles Films tidak salah pilih orang.

Namun, jika harus menyebutkan satu yang paling memikat, saya dapat dengan mudah melabuhkan pilihan kepada Jasmine Nadya. Ia menghadirkan kesan mendalam yang mengingatkan saya ketika pertama kali melihat Ladya Cheryl di AADC.

Di antara hal-hal baik ini, ada pula sejumlah aspek yang mengganjal dari Rangga & Cinta. Salah satu yang paling terasa, sayangnya, muncul dari elemen musikal.

Persembahan baru yang ditawarkan dalam rebirth AADC ini ternyata justru menjadi bumerang yang membuat saya kurang bisa sepenuhnya meresapi emosi Rangga & Cinta.

Elemen musikal itu tampaknya dihadirkan untuk membuat adegan semakin solid serta berwarna. Namun, saya rasa sebagian besar percobaan itu justru gagal menghasilkan kesan tersebut.

Beberapa adegan musikal itu pun berakhir hanya sebagai peramai, bahkan ada pula yang membuat saya ingin cepat usai dan beralih ke adegan lain. Di antara adegan musikal itu, sepertinya hanya lagu pembuka dan momen duet romantis Rangga-Cinta saja yang bisa saya terima.

[Gambas:Video CNN]

Meski mengadopsi materi cerita yang sama, Rangga & Cinta ternyata tidak melaju semulus AADC. Versi pertama itu terasa flawless dan solid hingga akhir, sementara karya rebirth ini sesekali terasa jumpy ketika beralih dari satu bagian ke bagian lainnya.

Saya tidak bisa menilai seberapa besar perasaan nostalgia yang muncul saat menonton Rangga & Cinta lantaran bukan berasal dari generasi yang menonton AADC di bioskop dua dekade lalu.

Namun, sebagai penonton yang diajak melihat Jakarta masa 2000-an melalui Rangga & Cinta, sejujurnya saya tidak merasa terlalu terhubung dengan dunia yang coba dihadirkan itu.

Kehadiran Rangga & Cinta juga membuat saya berandai-andai jika IP ini berkembang lebih luas. Saya penasaran jika semesta Rangga & Cinta ini dieksplorasi lewat perspektif berbeda dengan pemeran yang sama.

Kisah Milly (Katyana Mawira) dan Mamet (Rafly Altama) menjadi salah satu yang menjanjikan karena keduanya tampak punya chemistry bagus, bahkan meski hanya ditampilkan sekilas di ujung cerita Rangga & Cinta.

Ada pula kisah-kisah lain yang layak digali, seperti babak baru persahabatan Geng Cinta hingga kisah lain dari perspektif Rangga. Namun, yang jelas, semoga Miles Films tidak menghabiskan ratusan purnama jika ingin mewujudkan potensi itu demi mengoptimalkan para pemeran yang masih remaja.

[Gambas:Youtube]

(end)

Read Entire Article
| | | |