Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Kebudayaan menyebut mereka membuat laboratorium penerjemah karya sastra Indonesia ke berbagai bahasa di dunia dalam rangka internasionalisasi dan memperkuat ekosistem sastra Indonesia.
Selain itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon juga menyebut pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak seperti komunitas sastra di daerah agar sastra Indonesia tumbuh masif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu diungkap Fadli Zon dalam Peringatan Hari Sastra Indonesia ke-12 di Kemendikbudristek Jakarta, Rabu (25/6), yang sekaligus menyambut Hari Sastra Indonesia pada 3 Juli.
"Kementerian Kebudayaan tentu saja memberikan ruang bagi sastra untuk mendorong proses pemajuan kebudayaan nasional," kata Fadli Zon dalam pernyataannya.
"Sekarang kita membuat Laboratorium Penerjemah Sastra karena banyak karya-karya sastra kita yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris terutama, dan juga bahasa-bahasa lain," lanjutnya.
Fadli Zon juga menyebut Kementerian Kebudayaan berupaya meningkatkan kapasitas pelaku sastra, penguatan komunitas dan festival sastra, pengayaan medium dan ekspresi sastra, hingga mendorong internasionalisasi sastra Indonesia.
Foto: (dok. Kementerian Kebudayaan)
Peluncuran Buku 90 Tahun Taufiq Ismail, Kementerian Kebudayaan
Hal tersebut tertuang dalam sejumlah program, seperti Laboratorium Penerjemah dan Promotor Sastra, festival sastra, pembuatan komunitas sastra, Manajemen Talenta Nasional bidang sastra, pengembangan sastra berbasis kekayaan intelektual, dan promosi sastra.
"Penguatan festival dan komunitas di berbagai daerah, pengayaan medium dan ekspresi, serta internasionalisasi karya, diharapkan menjadikan sastra Indonesia tumbuh masif dan merata hingga pelosok," papar Fadli.
"Dengan demikian, sastra menjadi sarana konkret memperkuat jati diri bangsa dalam menghadapi dinamika dunia global," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kementerian Kebudayaan merilis buku kumpulan karya pujangga Taufiq Ismail yang sekaligus merayakan hari ulang tahun ke-90 penyair Indonesia tersebut. Buku tersebut bertajuk 90 Tahun Taufiq Ismail yang terdiri dari enam jilid.
"Sebagai seorang penyair yang melintasi banyak zaman, Taufiq Ismail telah mendedikasikan hidup bagi kemajuan sastra Indonesia. Waktu, tenaga, dan pikiran tak pernah lepas dari sastra dan budaya," kata Fadli Zon.
Lahir pada 25 Juni 1935, Taufiq Ismail merupakan salah satu penyair legendaris dan tokoh penting sastra Indonesia. Seniman yang dikenal sebagai salah satu pelopor Generasi 66 tersebut menulis berbagai karya dan mendapatkan berbagai penghargaan, salah satunya Penghargaan Penulis Asia Tenggara pada 1994.
Beberapa karya yang dikenal dari Taufiq Ismail adalah Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musium Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna dan Seulawah-Antologi Sastra Aceh.
"Warisan kerja beliau dan karya yang terbentang nyata bukan menjadikan beliau seorang penyair individualis yang berdiri di Menara Gading, tapi terus terlibat di dalam berbagai macam pergeseran-pergeseran sosial dan budaya," kata Fadli Zon.
"Besar harapan saya, melalui kegiatan ini, para sastrawan muda berkesempatan meneladani perjalanan panjang Taufiq Ismail di dunia sastra dan kebudayaan Indonesia, yang karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Arab, Cina, Jepang, Turki, dan lain-lain. Diharapkan karya-karya baru bermunculan dan menjangkau pembaca global," kata Fadli.
(end)