Jakarta, CNN Indonesia --
Keberadaan terpidana Silfester Matutina jadi misteri di tengah sorotan publik buntut belum dieksekusinya hukuman dari putusan pengadilan.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah memerintahkan jajarannya segera mengeksekusi Ketua Umum Solidaritas Merah Putih tersebut.
Jaksa Agung menyebut Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan juga terus melakukan pencarian terhadap yang bersangkutan untuk segera dieksekusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah, kami sudah minta (Kejari Jaksel) sebenarnya dan kita sedang dicari. Dari Kajari sedang mencari, kita mencari terus. Kita sedang mencarinya," kata Burhanuddin kepada wartawan usai peringatan HUT Kejaksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (2/9).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan telah memberikan instruksi agar Ketua Umum Solidaritas Merah Putih itu segera dijebloskan ke balik jeruji besi.
Namun, Anang mengatakan kewenangan penuh untuk melakukan eksekusi berada sepenuhnya di Kejari Jaksel. Oleh sebab itu, kata dia, Kejagung hanya bisa memberikan saran semata.
"Kami sudah menyarankan untuk melakukan eksekusi, tapi, sepenuhnya ada di kewenangan jaksa eksekutor, ada di Kejari Jakarta Selatan," ujarnya kepada wartawan, dikutip Kamis (28/8).
Terpisah, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menyebut Kejagung masih belum mengajukan pencekalan terhadap Silfester.
"Sejauh ini belum ada Aparat Penegak Hukum (APH) yang meminta pencekalan (Silfester Matutina)," ujar Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto saat dihubungi lewat pesan singkat, Kamis (4/9).
Silfester terjerat kasus dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. Perkaranya dilaporkan oleh putra Jusuf Kalla, Solihin Kalla pada 2017 terkait ucapannya dalam orasi.
Dalam orasi, Silfester menuding Wakil Presiden kala itu, Jusuf Kalla menggunakan isu SARA dalam memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta.
Silfester kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018. Putusan itu lantas dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018.
Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Namun hingga saat ini putusan majelis hakim kasasi belum juga dieksekusi.
Silfester justru mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun belakangan, permohonan PK itu resmi digugurkan oleh Ketua Majelis Hakim I Ketut Darpawan.
Hakim menggugurkan PK lantaran Silfester tak kunjung menghadiri persidangan dengan sejumlah alasan, termasuk alasan sakit. Hakim menyatakan surat pernyataan dari rumah sakit terkait Silfester yang masih dirawat tak bisa diterima.
Sejumlah pertanyaan menurut hakim tak bisa terjawab dalam keterangan surat tersebut.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Mensesneg Prasetyo Hadi dan Kepala PCO Hasan Nasbi menanyakan apakah pemerintah menaruh perhatian khusus atas kasus ini. Namun, keduanya belum merespons.
(mnf/gil)