Terinspirasi dari Bantargebang, Siswa SMA Sodorkan Solusi Olah Sampah

1 day ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang siswa SMA bernama Walter Kusuma mengaku terinspirasi dari Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang saat memaparkan soal pengolahan sampah 'After The Bin.

Walter memaparkan hal tersebut dalam Jakarta Scholar Symposium (JSS) di Jakarta, Rabu (28/5).

JSS merupakan koalisi nirlaba yang independen dan didedikasikan sebagai wadah bagi para generasi muda yang memiliki mimpi untuk melakukan sesuatu dan memimpin generasinya dalam menciptakan kesadaran terhadap topik-topik yang paling relevan dan menjadi perhatian dunia saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walter mengaku prihatin usai mengunjungi Bantargebang. Ia menyoroti keruwetan rantai pengelolaan sampah Jakarta dan mendesak adanya perubahan dari hulu, yakni perilaku memilah sampah oleh masyarakat.

"Saya bukan hanya melihat langsung tempat pembuangan sampahnya, tapi juga mengunjungi komunitas lokal di sana. Saya melihat bagaimana kehidupan banyak orang di sana. Menyadari ada ribuan orang yang hidup di Bantargebang saya merasa sangat terinspirasi untuk benar-benar melakukan sesuatu, dan memberitahu semua orang seperti apa kenyataannya dan apa yang seharusnya mereka lakukan," kata Walter saat presentasi.

Walter menyodorkan satu solusi yakni edukasi dan keterlibatan kolektif untuk memilah sampah sejak sumbernya.

"Kesimpulan yang saya tarik dari riset ini adalah bahwa salah satu solusi yang bisa dilakukan oleh semua orang di Jakarta untuk mengatasi masalah sampah yang semakin besar adalah dengan memilah sampah sejak pertama kali mereka menghasilkan sampah tersebut," jelasnya.

Ia mengaku sudah mengobservasi lapangan langsung ke TPST Bantargebang, berbincang dengan warga sekitar, serta mewawancarai pelaku industri pengelolaan dan daur ulang sampah di Jakarta. Pengalaman itu menjadi titik balik dalam komitmen pribadinya.

"Saya rasa momen yang benar-benar memicu semangat saya terhadap proyek ini dan membuat saya jadi lebih serius menjalaninya adalah saat saya mengunjungi Bantargebang," tambahnya.

Melalui diagram rantai ekonomi sampah yang ia sajikan, Walter menyoroti adanya kesenjangan besar antara potensi dan realitas.

Ia mengungkap bahwa sistem ekonomi sirkular di Jakarta sebenarnya sudah berjalan sejak dua hingga tiga dekade lalu, namun belum cukup efisien untuk menopang diri sendiri.

"Saya rasa ini mengejutkan banyak orang, termasuk saya sendiri. Ternyata Jakarta sudah punya sistem ekonomi sirkular, tapi banyak pelaku usaha yang tetap kesulitan bertahan secara finansial. Padahal pasarnya ada, kebutuhannya jelas. Tapi sistem ini belum optimal karena tidak efisien," jelasnya.

Salah satu akar masalah yang paling krusial, menurut Walter, adalah perilaku masyarakat yang belum terbiasa memilah sampah sesuai kategori yang dibutuhkan oleh pengelola sampah.

Ia menekankan bahwa pemilahan tidak cukup hanya berhenti pada tiga jenis tempat sampah (organik, non-organik, dan daur ulang), melainkan harus mencakup kategori seperti sampah elektronik, medis, dan residu.

"Kalau semua orang dalam satu komunitas memilah sampah mereka dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan pengelola sampah dan para pemangku kepentingan lainnya, dampaknya bisa sangat besar, terutama dari sisi ekonomi dan keberlanjutan finansial upaya-upaya tersebut," tuturnya.

Ia menekankan pentingnya melibatkan bukan hanya konsumen, tetapi juga pemilik usaha di mal-mal tersebut.

Dalam pandangan Walter, perubahan kecil yang dilakukan oleh individu, seperti memilah botol plastik dari kertas bekas, bisa menekan biaya operasional perusahaan pengelola sampah hingga 20-25 persen.

Efisiensi ini membuka jalan bagi bisnis-bisnis pengelolaan sampah untuk bertahan tanpa selalu bergantung pada investor.

"Jika semua orang meluangkan waktu beberapa detik saja untuk memilah, maka biaya operasional itu bisa ditekan, dan sistemnya jadi lebih berkelanjutan," jelasnya.

Walter memberikan pesan yang sederhana namun mendalam bagi anak-anak muda di Jakarta dan Indonesia.

"Memilah sampah itu berdampak. Walaupun kelihatannya sepele, kalau semua orang dalam satu komunitas memilah sampah mereka dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan pengelola sampah dan para pemangku kepentingan lainnya, dampaknya bisa sangat besar, terutama dari sisi ekonomi dan keberlanjutan finansial upaya-upaya tersebut," pungkasnya.

(kay/sur)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |