Timnas Indonesia Dihantam Realita, tapi A Luta Continua!

1 day ago 4

ANALISIS

Muhammad Ikhwanuddin | CNN Indonesia

Kamis, 12 Jun 2025 19:20 WIB

Kalah 0-6 dari Jepang bisa bikin patah hati, tetapi bukan akhir dari cerita karena masih ada hari esok. Timnas Indonesia masih harus melakoni laga-laga penentu tiket Piala Dunia 2026. (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNN Indonesia --

Kalah telak lawan Jepang adalah realita yang mesti diterima Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Tapi skor 0-6 bukan akhir dari cerita, karena A Luta Continua atau perjuangan tetap berlanjut.

Digulung Jepang enam gol tanpa balas sejatinya tak berarti apa-apa dalam konteks menuju putaran keempat. Namun melihat pertandingan itu, jelas kesenjangan level antara Timnas Indonesia dan Jepang.

Tim besutan Patrick Kluivert kalah dalam semua aspek, mulai dari penguasaan bola 71 persen berbanding 29 persen, hingga jumlah tembakan 22 kali dari Jepang sedangkan Indonesia tidak ada satupun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari gaya permainan pun demikian. Jepang tak henti-hentinya menerapkan high press dalam situasi off-ball. Wataru Endo dan kolega nyaris selalu unggul jumlah ketika berusaha merebut bola.

Pergerakan tanpa bola tim asuhan Hajime Moriyasu juga begitu padu saat membangun serangan. Setiap pemain Samurai Biru tahu ke mana harus melangkah. Semua gol tercipta dari permainan terbuka.

Ini berbanding dengan Indonesia. Kluivert agaknya belajar dari kekalahan lawan Australia saat babak belur akibat melancarkan high press. Ketika melawan Jepang, Jay Idzes dan kawan-kawan cenderung bermain di zona sendiri. Tapi gempuran Jepang yang tak berseri membuat Indonesia bobol lagi, bobol lagi.

Jepang unggul dalam duel udara, satu lawan satu, segalanya. Tiga gol di babak pertama dan tiga gol di babak kedua kian memantapkan status raksasa Asia bagi mereka.

Jalannya laga dan skor akhir nampak begitu kejam bagi tim Garuda. Tapi begitulah sepak bola. Andai kata Indonesia lolos Piala Dunia, maka lawan-lawan yang dihadapi niscaya bakal lebih berat dari Jepang.

Di satu sisi, Indonesia perlu belajar dari proses panjang Jepang menuju Piala Dunia. Sebab jika ditarik ke belakang, negeri Sakura harus menapak jalur berliku menuju panggung tertinggi sepak bola.

Peningkatan Jepang terlihat jelas seiring berjalannya waktu. Dari gugur di fase awal Kualifikasi Piala Dunia 1990, hingga nyaris lolos Piala Dunia 1994 andai tak kalah selisih gol dari Korea Selatan.

Jepang kemudian lolos Piala Dunia untuk pertama kalinya pada 1998. Di turnamen akhir milenium itu, Hidetoshi Nakata dan kawan-kawan babak belur karena tiga kali kalah beruntun di babak penyisihan.

Tapi Jepang pelan-pelan mampu bersaing dari tiap edisi Piala Dunia. Mereka jadi langganan peserta hingga saat ini. Sudah tujuh kali jadi peserta dan akan jadi edisi kedelapan di Piala Dunia 2026.

Perjalanan Jepang menuju Piala Dunia juga tidak berdiri sendiri. Sejak dekade 1970-an mereka membentuk kompetisi berjenjang dari awalnya dua kasta hingga kini sampai tujuh level.

Piramida kompetisinya jelas dan ajeg dari level profesional, amatir, hingga level sekolah. Dengan industri sepak bola yang juga sehat, regenerasi pemain Jepang cenderung progresif hingga mampu mencetak nama-nama kelas dunia.

Cerita Jepang menuju Piala Dunia boleh saja diadaptasi oleh Indonesia. Tapi kini, skuad Garuda harus fokus menyongsong putaran keempat demi asa menuju Piala Dunia.

Baca lanjutan analisis ini di halaman berikutnya >>>


Read Entire Article
| | | |