Jakarta, CNN Indonesia --
Kebutaan menjadi salah satu masalah kesehatan global yang kian mengkhawatirkan. Di Indonesia, diperkirakan 5 hingga 6 juta orang mengalami gangguan penglihatan, dengan penyakit retina dan stroke mata sebagai penyebab utama.
Kondisi ini tak hanya menurunkan kualitas hidup, tetapi juga menambah beban sosial dan ekonomi masyarakat.
Kementerian Kesehatan RI juga menargetkan penurunan gangguan penglihatan akibat retinopati diabetik sebesar 25 persen pada 2030. Namun, masih banyak masyarakat yang belum memahami bahwa kebutaan dapat disebabkan oleh sesuatu yang datang secara diam-diam, seperti stroke mata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa itu stroke mata?
Dalam dunia medis, stroke mata dikenal sebagai retinal artery occlusion atau penyumbatan pembuluh darah pada retina. Retina sendiri merupakan bagian penting dari mata yang berfungsi menangkap cahaya dan mengubahnya menjadi sinyal visual untuk dikirim ke otak.
Melansir Cleveland Clinic, ketika aliran darah ke retina tersumbat, biasanya oleh gumpalan darah (trombus) atau plak, jaringan di bagian mata tersebut kekurangan oksigen. Akibatnya, sel-sel retina bisa rusak permanen dalam hitungan jam.
Kondisi ini merupakan darurat medis, sama seperti stroke otak. Jika tidak segera ditangani, kehilangan penglihatan bisa menjadi permanen.
Jenis dan gejala stroke mata
Stroke mata terbagi menjadi dua tipe utama, yaitu:
• Central Retinal Artery Occlusion (CRAO): penyumbatan di arteri utama retina yang menyebabkan kehilangan penglihatan luas dan mendadak.
• Branch Retinal Artery Occlusion (BRAO): penyumbatan pada cabang arteri yang lebih kecil, menyebabkan gangguan penglihatan pada sebagian area mata.
Gejala stroke mata biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi penglihatan dapat menurun secara tiba-tiba. Penderita sering melaporkan pandangan buram, munculnya bayangan gelap (blind spot), atau kilatan cahaya.
Jika gejala ini terjadi, segera cari pertolongan medis, karena waktu menjadi faktor penentu penyelamatan penglihatan.
Siapa yang berisiko?
Faktor risikonya mirip dengan stroke otak. Antara lain:
• Tekanan darah tinggi (hipertensi).
• Kolesterol tinggi.
• Diabetes.
• Penyakit jantung koroner.
• Aterosklerosis (penumpukan plak di pembuluh darah).
• Usia di atas 60 tahun.
Kebiasaan merokok dan gaya hidup sedentari juga dapat memperparah risiko penyumbatan pembuluh darah retina.
Inovasi bagi pasien retina
Seiring meningkatnya kasus penyakit retina, termasuk stroke mata, berbagai pihak berupaya menghadirkan solusi. Salah satunya melalui Roche Retina Summit 2025, yang mempertemukan para ahli retina Indonesia dan pakar internasional untuk membahas terobosan pengobatan terbaru.
Presiden Direktur Roche Indonesia, Sanaa Sayagh, menyebut kegiatan ini sebagai bentuk komitmen untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gangguan penglihatan. Salah satu inovasi yang dibahas adalah Faricimab, obat yang telah disetujui untuk penanganan Retinal Vein Occlusion (RVO) atau stroke mata, neovascular AMD, dan Diabetic Macular Edema (DME).
Dokter Spesialis Mata yang juga merupakan Ketua Vitreo-Retina Service di JEC Eye Hospitals & Clinics, Elvioza, mengungkapkan bahwa studi SALWEEN menunjukkan Faricimab dapat menghilangkan polip pada pembuluh darah di retina sebesar 61 persen.
"Hasil studi menunjukkan Faricimab mampu mengurangi pembengkakan pada retina dan memperbaiki penglihatan pasien," kata dia.
Bahkan, kata dia lebih dari 60 persen pasien dapat menjalani pengobatan dengan interval hingga empat bulan sekali, mengurangi beban terapi jangka panjang.
Lebih lanjut kata dia, stroke mata sering kali datang tanpa peringatan, namun bisa dicegah melalui pemeriksaan rutin, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko tinggi. Pemeriksaan tekanan darah, kadar gula, dan kolesterol secara berkala menjadi langkah penting menjaga kesehatan mata dan pembuluh darah.
"Karena ketika penglihatan hilang, tak hanya dunia yang tampak gelap, tetapi juga harapan dan kemandirian seseorang," kata dia.
(tis/tis)


















































