Banggar DPR: Pedagang Tolak Pembayaran Tunai Bisa Kena Pidana

2 hours ago 2

CNN Indonesia

Minggu, 28 Des 2025 03:30 WIB

Banggar DPR menegaskan penjual yang menolak pembayaran tunai rupiah dapat dipidana hingga 1 tahun dan didenda maksimal Rp200 juta. Ilustrasi. Uang tunai adalah mata uang yang sah, pedagang yang tolak pembayaran pakai uang tunai bisa dipidana. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) RI mengingatkan para pelaku usaha agar tidak menolak pembayaran tunai menggunakan rupiah. Penjual atau merchant yang menolak pembayaran tunai rupiah dapat dikenakan sanksi pidana maksimal satu tahun penjara dan denda hingga Rp200 juta.

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menegaskan rupiah merupakan alat pembayaran yang sah dan wajib diterima di seluruh wilayah Indonesia. Ketentuan tersebut diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

"Sesuai undang-undang tersebut, rupiah adalah alat pembayaran yang sah dan berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan bagi pihak manapun menolak penggunaan mata uang rupiah di dalam negeri," kata Said dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (27/12) mengutip Antara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan ini disampaikan Said merespons viralnya sebuah video di media sosial yang memperlihatkan seorang konsumen lanjut usia ditolak pembayaran tunai oleh sebuah toko roti. Video yang diunggah akun Instagram @arli_alcatraz itu merekam kejadian di sebuah halte Transjakarta kawasan Monas pada Kamis (18/12).

Dalam video tersebut, konsumen terlihat memprotes karena toko roti hanya melayani pembayaran menggunakan QRIS dan menolak uang tunai. Peristiwa itu pun menuai kritik warganet dan memantik perbincangan soal kewajiban menerima rupiah sebagai alat pembayaran.

Said menilai pemerintah dan DPR perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha agar tidak sembarangan menolak pembayaran tunai rupiah. Menurutnya, penolakan tersebut bukan sekadar persoalan layanan, tetapi berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum.

Ia juga mendorong Bank Indonesia (BI) untuk aktif mengedukasi publik bahwa rupiah tetap menjadi mata uang nasional dan alat pembayaran yang sah, meski transaksi digital semakin masif digunakan.

"Penggunaan pembayaran nontunai kami dukung, tetapi jangan sampai menutup opsi pembayaran tunai. Selama belum ada revisi aturan, pembayaran tunai rupiah wajib diterima," ujarnya.

Said menambahkan, di banyak negara maju sekalipun, pembayaran tunai masih tetap dilayani. Ia mencontohkan Singapura yang masih menerima pembayaran tunai hingga batas tertentu, meskipun sistem cashless di negara tersebut sangat maju.

Selain itu, kondisi geografis Indonesia yang belum seluruhnya terjangkau jaringan internet menjadi alasan kuat mengapa opsi pembayaran tunai harus tetap tersedia. Di sisi lain, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia juga dinilai masih relatif rendah.

"Oleh karena itu, BI perlu menekankan hal ini kepada para pelaku usaha dan menindak pihak yang menolak penggunaan rupiah sebagai mata uang nasional," pungkas Said.

(tis/tis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |