Beras Fortifikasi, Tren Baru atau Solusi Gizi Jangka Panjang?

3 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Belakangan, media sosial diramaikan dengan obrolan soal beras fortifikasi. Banyak yang penasaran, apa bedanya dengan beras biasa, dan kenapa produk ini dianggap penting untuk cegah stunting?

Secara definisi, beras fortifikasi adalah beras yang diperkaya dengan vitamin dan mineral tambahan. Kandungan yang umum ditambahkan meliputi vitamin A, B1, B3, B12, asam folat, zat besi, dan zinc.

Tujuannya sederhana, supaya nasi yang kita makan sehari-hari bukan hanya jadi sumber karbohidrat, tapi juga bisa membantu memenuhi kebutuhan gizi mikro.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sistem fortifikasi pada makanan juga bukan hal baru. Garam beryodium, tepung terigu, atau minyak goreng vitamin A adalah contoh yang sudah lama diterapkan.

Beras dipilih karena hampir semua orang Indonesia mengonsumsinya setiap hari. Logikanya, jika beras yang dimakan sudah diperkaya gizi, masyarakat bisa lebih mudah terhindar dari masalah kekurangan nutrisi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri merekomendasikan fortifikasi beras dengan zat besi, vitamin A, dan asam folat sebagai strategi kesehatan publik di negara-negara yang menjadikan beras sebagai makanan pokok.

Cara membuatnya

Beras fortifikasi tidak diproduksi dengan sekadar "ditaburi vitamin". Ada beberapa metode, misalnya melapisi butir beras dengan campuran vitamin dan mineral, atau membuat butir beras tiruan dari tepung beras yang diperkaya gizi.

Butir ini lalu dicampur dengan beras biasa dengan perbandingan tertentu. Hasilnya terlihat sama seperti beras biasa, tapi kandungan gizinya lebih lengkap. Konsumen pun bisa mengolahnya dengan cara yang sama seperti menanak nasi pada umumnya.

Melansir berbagai sumber, di Indonesia, wacana beras fortifikasi sudah ada sejak lama. Namun distribusinya belum merata dan masih terbatas pada skema tertentu, misalnya program bantuan pangan.


Tantangannya memang besar: banyak penggilingan padi skala kecil yang belum punya teknologi untuk melakukan fortifikasi.

Meski begitu, percobaan yang pernah dilakukan menunjukkan hasil positif. Studi di beberapa daerah menemukan konsumsi beras fortifikasi bisa menurunkan kasus anemia, terutama pada anak-anak sekolah.

Ramainya perbincangan soal beras fortifikasi memang bikin banyak orang penasaran, bahkan ada yang skeptis. Tapi secara ilmiah, konsep ini bukan hal baru dan sudah terbukti bermanfaat di sejumlah negara lain.

Pertanyaannya kini, apakah Indonesia bisa menjadikan beras fortifikasi sebagai solusi jangka panjang untuk masalah gizi, atau sekadar tren yang hanya muncul sesekali di media sosial?

(tis/tis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |