tim | CNN Indonesia
Selasa, 10 Jun 2025 23:30 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Direktur Utama PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto selesai diperiksa penyidik dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex.
Kurniawan mengatakan dalam pemeriksaan yang berlangsung selama kurang lebih 10 jam itu dirinya dicecar total 22 pertanyaan oleh penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus.
"Ada sekitar 20 pertanyaan. Itu nanti mungkin detailnya dari penyidik ya," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (10/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pemeriksaan itu, Kurniawan mengaku dirinya juga telah menyerahkan seluruh dokumen yang diminta penyidik terkait kasus itu.
Ia mengklaim tidak ada lagi dokumen yang diminta untuk diserahkan dari penyidik. Hanya saja, dirinya masih akan kembali dipanggil dan diperiksa oleh penyidik.
"Dari penyidik masih belum menjadwalkan lagi," tuturnya.
Iwan Kurniawan Lukminto sedianya telah diperiksa penyidik pada Senin (2/6) kemarin. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut dalam pemeriksaan itu penyidik mendalami mekanisme atau proses pengajuan kredit yang dilakukan PT Sritex kepada bank.
Selain itu, Kejagung juga telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi untuk menerbitkan surat cegah dan tangkal (cekal) kepada Kurniawan agar tidak bisa melarikan diri ke luar negeri. Pencegahan itu berlaku selama 6 bulan terhitung sejak 19 Mei 2025.
Sebelumnya Kejagung telah menetapkan total tiga orang sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex.
Ketiga tersangka itu Eks Dirut PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto; Direktur Utama Bank DKI periode 2020, Zainuddin Mappa; dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB periode 2020, Dicky Syahbandinata.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menyebut kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp692 miliar.
Qohar menyebut nilai kerugian itu sesuai besaran kredit dari Bank DKI dan Bank BJB yang seharusnya digunakan sebagai modal kerja. Ia menjelaskan uang kredit yang seharusnya dipakai untuk modal kerja itu justru digunakan untuk membayar utang dan membeli aset non produktif.
"Tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya, yaitu untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif," jelasnya.
(tfq/pta)