Jakarta, CNN Indonesia --
Ekonom Indef menyoroti daya beli masyarakat belum pulih di tengah pertumbuhan ekonomi 5,04 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal III/2025.
Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef Riza Annisa mengatakan belum pulihnya daya beli terlihat dari sejumlah indikator, di antaranya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang turun.
Berdasarkan paparan Riza, IKK sempat berada di level 123,5 pada 2024. Namun, IKK cenderung turun hingga level 115 pada September 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indikator lainnya adalah komposisi pengunaan pendapatan rumah tangga, di mana komposisi pendapatan untuk tabungan turun tetapi untuk bayar cicilan naik.
Menurut Riza, daya beli belum terdongkrak oleh stimulus "8+4+5" yang digelontorkan pemerintah.
"Stimulus ekonomi yang diumumkan pada pertengahan atau akhir September belum bisa mendorong daya beli masyarakat," kata Riza dalam Diskusi Publik Tanggapan Atas Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III/2025 secara virtual, Kamis (6/11).
"Stimulus 8+4+5 kalau kita lihat program-programnya bukan seperti bansos yang bisa langsung mendorong daya beli masyarakat," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan konsumsi rumah tangga melambat pada kuartal III/2025.
Pada kuartal III tahun ini, sambungnya, hanya tumbuh 4,89 persen. Angka itu turun dibandingkan kuartal III/2024 yang tumbuh 4,91 persen dan 5,05 persen pada kuartal III/2023.
Senada dengan Riza, hal itu katanya tercermin dari IKK yang berada di level 115 pada September 2025. Angka itu katanya menjadi yang terendah sejak April 2022.
"Jadi ini tanda-tanda bahwa masyarakat mulai hati-hati terhadap prospek ekonomi ke depan. Ada tekanan harga pangan dan peningkatan biaya hidup, ini yang membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam spending," katanya.
Heri menjelaskan sikap hati-hati dalam konsumsi memang memengaruhi kinerja konsumsi secara agregat, tapi tidak serta menunjukkan semua masyarakat daya belinya melemah. Pasalnya sikap menahan belanja juga terjadi di semua segmen masyarakat.
"Ini menunjukkan sikap kehati-hatian, tidak selalu mencerminkan penurunan konsumsi, daya beli. Yang mengalami penurunan (daya beli) nyata pada segmen menengah ke bawah," katanya.
Di sisi lain, Heri menyoroti penyerapan tenaga kerja yang tak sebanding dengan investasi yang masuk RI. Sepanjang Januari-September 2025, realisasi investasi mencapai Rp1.434, triliun. Namun, tenaga kerja yang terserap hanya 1.956.365 orang.
"Tenaga kerja yang dihasilkan dari realisasi investasi meski meningkat tapi peningkatannya tidak secepat realisasi investasi itu sendiri. Artinya banyak mungkin investasi yang arahnya ke padat modal," kata Heri.
(fby/dhf)















































