Jakarta, CNN Indonesia --
Dugaan mark up proyek kereta cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh era Presiden ke-7 Joko Widodo belakangan menarik perhatian publik.
Dugaan isu mark up dalam proyek Whoosh semula disampaikan eks Menko Polhukam Mahfud MD dalam siniarnya pada 14 Oktober 2025, yang menyebut ada dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk penggelembungan anggaran atau mark up di proyek Whoosh.
Ia menyampaikan bahwa Indonesia memperhitungkan pembangunan kereta cepat USD52 juta per kilometer, padahal berdasarkan perhitungan Cina biayanya USD17-18 juta per kilometer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat," kata Mahfud lewat cuitannya di akun pribadi media sosial X.
"Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah, itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini," tambah Mahfud.
Setelah itu, lewat cuitannya lagi, Mahfud merasa heran karena KPK meminta dirinya melaporkan dugaan mark up Whoosh. Mahfud menjelaskan dalam hukum pidana, lembaga penegak hukum bisa langsung melakukan penyelidikan tanpa menunggu laporan.
Terpisah, KPK mengaku mulai kasak-kusuk mencari info terkait dengan kasus ini. Selain menunggu informasi dari masyarakat, KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi juga bisa melalui metode membangun perkara atau case building.
Meski demikian, KPK memandang informasi awal terkait dugaan korupsi yang disampaikan masyarakat menjadi sebuah hal positif, mengingat laporan aduan masyarakat merupakan bentuk partisipasi dan pelibatan langsung publik dalam pemberantasan korupsi.
KPK harus berani
Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Yudi Purnomo meminta KPK berani mengungkap dugaan kasus korupsi di proyek tersebut.
"KPK bukan hanya menunggu tapi juga menjemput bola, apa yang dinamakan dengan proactive investigation," kata Yudi kepada CNNIndonesia.com, Senin (27/10).
Yudi mengatakan KPK bisa memulai penanganan dugaan kasus korupsi KCIC dengan memulai penelusuran dari tahap perencanaan proyek. Yudi menekankan bahwa tindakan korupsi merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar, bukan tindakan yang tidak disengaja.
"Karena di perencanaan itu lah yang bisa bawa dampak akibat seperti saat ini, jadi di perencanaan itu benar-benar dicari siapa otaknya, kreatornya," katanya.
Pada tahap ini, Yudi menyebut KPK bisa menelusuri berbagai informasi dari pihak-pihak yang dulu terlibat dalam tahap perencanaan proyek. Ia mencontohkan, misalnya jajaran sejumlah perusahaan BUMN hingga para pejabat yang dulu terlibat dalam tahap perencanaan ini.
Lalu, Yudi juga menyoroti adanya perubahan skema pengerjaan dan pembiayaan dalam proyek ini yang sebelumnya rencananya dengan Jepang, namun beralih ke Cina di pertengahan jalan.
"Oleh karena itu harus dibongkar apakah ada pemufakatan jahat terkait dengan perencanaan proyek ini. Misalnya menelusuri mengapa terjadi perubahan dari pembiayaan Jepang, kerjasama dengan Jepang kemudian berubah menjadi dengan Cina," ujar dia.
Tahap kedua yang harus dilakukan KPK ialah menelusuri pada tahap proses pengerjaan pembangunan. Yudi menyatakan KPK harus berani menelusuri setiap aspek pembangunan dari proyek tersebut.
















































