Jerit Guru Madrasah Swasta: Banting Tulang untuk Bertahan Hidup

8 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Munzirah (45) ikut bergabung bersama massa aliansi guru madrasah swasta yang menggelar demo di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Kamis (30/10).

Mereka menuntut pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ataupun Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka juga ingin mendapat perlakuan setara dengan guru di sekolah umum.

Munzirah merupakan guru di Madrasah Aliyah Muta'allimin, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Ia datang bersama empat rekan lainnya yang tergabung dalam Guru Merdeka Profesional (GM Pro).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya delapan tahun menjadi guru madrasah swasta. Saya mewakili kawan-kawan saya yang sudah mengajar 22 tahun lebih," kata Munzirah di lokasi aksi.

Munzirah mengatakan banyak guru madrasah swasta masih hidup dengan gaji tak menentu. Sebagian harus mencari penghasilan tambahan di luar sekolah demi memenuhi kebutuhan keluarga.

"Tidak cuma bekerja sebagai guru, mengabdi, mencerdaskan anak bangsa, tetapi guru-guru juga harus bekerja lebih. Pulang dari sekolah, harus buka usaha ini, harus ngojek, harus kerja bangunan, harus ini, harus jualan. Karena tidak cukup, tidak sejahtera," ujarnya.

Munzirah membandingkan kesejahteraan guru madrasah swasta dengan guru madrasah ataupun negeri. Menurutnya, para guru sekolah negeri mendapat gaji hingga tunjangan yang jelas setiap bulannya.

Ia menyebut para guru negeri ini hidup lebih tenang dan tak pusing memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga membayar cicilan utang.

"Karena jelas dalam satu bulan, apalagi Kemenag, dalam satu bulan itu kalau sudah sertifikasi, sudah inpassing (penyetaraan), itu saat ini lebih kurang bisa dapat 8-10 juta (per bulan)," katanya.

"Apa kabar dengan yang swasta? Apa kabar swasta? Jangan kan 5 juta, 7 juta, 4 juta, 1 juta setengah, susah. 2 juta, susah," lanjutnya.

Munzirah berharap agar pemerintah mampu merevisi Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen untuk merealisasikan tuntutan para guru madrasah swasta ini.

"Kalau tidak ada revisi undang-undang, maka tidak bisa buat apa-apa yang di provinsi itu," ujarnya.

Istana tampung aspirasi

Sementara itu Ketua Umum Perkumpulan Guru Madrasah Mandiri (PGMM) Tedi Malik menjelaskan hasil audiensi perwakilan guru dengan pemerintah di Sekretariat Negara, Kamis (30/10).

Ia menyebut pertemuan itu dihadiri oleh Wakil Menteri Sekretariat Negara Juri Ardiantoro, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Amin Suyitno, dan beberapa deputi.

"Kami sampaikan akan usulan kita, di mana usulannya sudah jelas kan tadi, kita sudah sampaikan bahwa madrasah swasta itu selalu mendapatkan pengecualian dari kebijakan afirmatif pemerintah, baik pusat maupun daerah," ujarnya.

"Kita berharap adanya regulasi-regulasi yang menunjang, mendukung guru-guru dan madrasah swasta ini untuk sama dan setara dengan lembaga-lembaga yang disediakan oleh pemerintah. Itu sebenarnya yang tadi usulan kami," katanya.

Tedi menjelaskan hasil pertemuan itu belum menetapkan keputusan. Namun pemerintah berjanji akan meneruskan aspirasi mereka kepada Presiden Prabowo Subianto.

"Intinya dari hasil pembicaraan itu, kan nggak mungkin ya kalau Pak Wamen ini bisa memutuskan. Beliau itu akan langsung menyampaikan, meneruskan apa yang menjadi usulan kita kepada Pak Presiden Prabowo setelah pulang nanti," jelasnya.

Tedi berharap dalam waktu dekat Presiden Prabowo dapat merespons usulan para guru madrasah swasta terkait tuntutan yang mereka sampaikan.

"Kami yakin, soalnya dipastikan kata Pak Wamen itu, jangan ragukan komitmen Presiden terhadap pendidikan. Ini insya Allah akan direspon," kata Tedi.

Menurut Tedi, aksi hari ini menjadi sejarah baru karena jumlah massa yang hadir diklaim mencapai 20 ribu guru dari berbagai wilayah.

"Sebenarnya buat kami itu senang karena ini sejarah baru, di mana dulu itu belum pernah, belum pernah madrasah berkumpul sebanyak ini. Paling kami kemarin seribu orang, akhirnya kan nggak terlihat, Pak. Hari ini 20 ribu orang bisa dilihat tuh," tuturnya.

Tedi menilai antusiasme para peserta aksi menunjukkan puncak kepedulian guru madrasah terhadap ketidakadilan yang mereka rasakan.

Sekalipun jumlah massa mencapai puluhan ribu orang, suasana aksi tetap berjalan kondusif dan aman.

"Ini begitu antusiasnya mereka karena mungkin saat ini sudah klimaknya ya, sudah klimaknya guru madrasah merasa, oh iya hari ini kita diperlakukan tidak adil. Terlebih, mohon maaf, mungkin ada beberapa pernyataan yang memantik mereka untuk bisa hadir di sini. Tapi kan bisa walaupun kita 20 ribu tetap suasana kondusif, aman," ujar Tedi.

Audiensi yang dilakukan di Sekretariat Negara dihadiri oleh 30 orang terdiri dari 8 orang dari PGMM, 8 orang PGSI, 7 orang dari PGIN dan 7 orang dari PGMNI. 

(fra/nat/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |