Kapal Perang AS Tiba di Trinidad dan Tobago, Manuver Gertak Venezuela?

3 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Sebuah kapal perang Amerika Serikat (AS) telah tiba di Trinidad dan Tobago, negara kepulauan yang berdekatan dengan Venezuela, di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Caracas.

USS Gravely, sebuah kapal perusak berpeluru kendali (guided-missile destroyer), tiba di ibu kota Trinidad, Port of Spain, pada hari Minggu (26/10) dengan membawa anggota Korps Marinir AS di dalamnya, menjelang latihan militer gabungan yang telah direncanakan.

Kapal perang tersebut dilengkapi dengan sistem persenjataan canggih dan mampu mengoperasikan helikopter. Aktivitas terbarunya termasuk penugasan untuk operasi anti-narkotika.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedatangannya di dekat Venezuela bertepatan dengan upaya pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk meningkatkan kehadiran militer AS di Karibia.

Dalam beberapa pekan terakhir, AS telah melakukan serangan kontroversial dan mematikan terhadap kapal-kapal yang diklaim Washington terlibat dalam perdagangan narkoba.

Ketegangan antara kedua negara semakin memuncak pada hari Jumat (24/10), ketika Pentagon mengonfirmasi pengerahan USS Gerald R. Ford, kapal induk terbesar di dunia, ke kawasan tersebut.

Presiden Venezuela Nicolas Maduro, dituduh AS curang saat terpilih kembali dalam pemilu tahun lalu. Maduro sendiri menuding Washington "menciptakan" perang melawannya.

Tanpa memberikan bukti apa pun, Presiden AS telah menuduh Maduro sebagai pemimpin geng kejahatan terorganisir Tren de Aragua.

Seperti dilansir Al Jazeera, di mana jurnalisnya melaporkan dari Port of Spain pada hari Minggu (26/10), menyebut bahwa pemerintah Trinidad berupaya meyakinkan rakyatnya bahwa mereka tidak perlu khawatir atas kedatangan kapal perang tersebut.

Menteri Pertahanan Trinidad pada hari Sabtu (25/10) memberitahu Al Jazeera bahwa operasi militer gabungan dilakukan secara rutin dan kehadiran kapal AS itu bukanlah awal dari perang.

Namun, Galiano menyatakan bahwa penduduk setempat menyuarakan "lebih banyak keraguan" mengenai kapal perang itu.

"Orang-orang yang kami ajak bicara hari ini, misalnya di pasar hari Minggu, memberi tahu kami bahwa mereka merasa takut dengan implikasi kedatangan ini bagi negara mereka," ujarnya.

Warga Trinidad yang berbicara dengan kantor berita mengungkapkan kekhawatiran serupa.

"Jika terjadi sesuatu antara Venezuela dan Amerika, kami sebagai orang yang tinggal di pinggiran (konflik) ... bisa terkena getahnya kapan saja," kata Daniel Holder (64 tahun) kepada kantor berita AFP.

"Saya menentang negara saya terlibat dalam hal ini," tambahnya.

Javed Ali, seorang profesor rekanan di Universitas Michigan yang berspesialisasi dalam keamanan nasional, mengatakan kepada Al Jazeera pada hari Minggu bahwa tindakan AS di kawasan tersebut melibatkan "proyeksi kekuatan militer dalam jumlah yang signifikan" untuk menekan rezim Maduro.

"Sangat sulit untuk mengetahui apa yang dipikirkan Gedung Putih," katanya, menambahkan bahwa kehadiran militer AS saat ini tidak cukup besar untuk melancarkan invasi ke Venezuela.

"Melihat bagaimana AS telah melakukan perang di masa lalu, (invasi) tidak akan dilakukan dengan jejak sekecil ini," ujar Ali.

Sebagai bagian dari operasi anti-narkoba, Washington mengerahkan delapan kapal angkatan laut, 10 pesawat tempur F-35, dan satu kapal selam bertenaga nuklir ke kawasan tersebut pada Agustus, yang merupakan peningkatan kehadiran militer terbesarnya di area tersebut sejak invasi ke Panama pada tahun 1989.

Pada hari Sabtu (25/10), Menteri Pertahanan Venezuela Vladimir Padrino menyatakan bahwa negaranya telah memulai latihan pertahanan pesisir untuk melindungi diri dari "ancaman militer skala besar".

(wiw)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |