Ketua DPR: Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Salahi UUD

9 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua DPR, Puan Maharani menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu nasional dan lokal telah menyalahi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Puan menilai semua partai telah bersepakat bahwa pemilu mestinya digelar sekali dalam lima tahun. Dia pun memastikan semua fraksi pada saatnya akan menyampaikan sikap tersebut.

"Semua partai politik mempunyai sikap yang sama, bahwa pemilu sesuai dengan undang-undangnya adalah dilakukan selama 5 tahun," kata Puan di kompleks parlemen, Selasa (15/7).

"Jadi, apa yang sudah dilakukan oleh MK menurut undang-undang itu menyalahi undang-undang dasar," imbuhnya.

Sementara, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Komaruddin Watubun mengamini bahwa putusan MK soal pemisahan pemilu telah melangkahi kewenangan DPR. Sebab, putusan itu telah jauh masuk pada urusan jadwal pemilu.

Menurut Komar, MK mestinya hanya memiliki wewenang untuk memutuskan apakah suatu undang-undang bertentangan dengan UUD atau tidak. Sehingga di luar itu, telah menjadi kewenangan pembentuk undang-undang yakni DPR dan pemerintah.

Ketua DPP PDIP itu juga mengatakan partainya mengundang sejumlah pakar tata negara hingga mantan Ketua MK, Mahfud MD untuk diskusi secara maraton bahas putusan MK.

Meski begitu, Komar mengatakan fraksinya belum ada keputusan terkait putusan MK. Menurutnya, hingga saat ini belum ada instruksi maupun tenggat dari pimpinan DPR untuk segera membahas hal itu.

"Belum, belum. Pemilu juga masih jauh," katanya.

Keputusan MK soal pemisahan pemilu tertuang lewat perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Lewat putusan itu, MK meminta agar pemilu daerah atau lokal digelar setelah pemilu nasional minimal 2 tahun atau maksimal 2,5 tahun. Pemilu nasional meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR, dan pemilihan DPD.

Sedangkan pemilihan lokal atau daerah meliputi kepala daerah gubernur dan bupati wali kota, serta DPRD. Namun, putusan itu dianggap dilematis karena, baik implementasi maupun pengabaiannya bertentangan dengan konstitusi.

Ketua DPR desak kasus diplomat Kemlu diusut

Lebih lanjut, Puan mendorong polisi untuk segera mengusut tuntas kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (ADP) di kamar kos, Menteng, Jakarta, Selasa (8/7).

Puan mengaku masih menunggu proses penyelidikan dalam kasus tersebut. Namun, dia berharap polisi segera menetapkan pelaku pembunuhan ADP.

"Terus mendorong untuk proses penyelidikan dan penyidikan untuk ditindaklanjuti dan proses tersebut, kan butuh waktu tapi ditindak lanjuti sampai di tahap siapa yang memang jadi pelakunya," kata Puan.

Pemeriksaan sementara, polisi tidak menemukan tanda-tanda kekerasan pada jasad ADP. Selain itu, barang milik korban juga tidak ada yang hilang. Berdasarkan olah TKP, polisi menemukan sidik jari korban pada lakban yang menutup wajahnya. Namun, polisi belum menemukan indikasi pembunuhan.

Namun, kepastian terkait penyebab kematian korban masih menunggu hasil investigasi ilmiah lewat autopsi, termasuk hasil pemeriksaan histopatologi, toksikologi hingga patologi.

Kini, penyelidikan kasus tersebut ditangani Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengatakan kesimpulan terkait penyebab kematian korban akan rampung dalam satu pekan.

(thr/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |