Mendag Ungkap Uni Eropa Pakai Isu Lingkungan Hambat Perdagangan RI

5 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan sejumlah hambatan perdagangan non tarif dari Uni Eropa terhadap impor produk unggulan Indonesia selama ini dikemas dalam bentuk isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

"Banyak hambatan non tarif yang dikenakan sehingga mengakibatkan akses pasar kita menjadi tidak mudah. Banyak kebijakan-kebijakan yang sifatnya non-tarif barrier itu dibungkus dengan isu lingkungan dan juga pembangunan berkelanjutan," ujar Budi dalam program 'Profit' Economic Update CNBC Indonesia, Senin (23/6).

Beberapa kebijakan yang disebutnya menjadi kendala termasuk European Union Deforestation Regulation (EUDR) dan EU Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, meski konsep pembangunan berkelanjutan antara Indonesia dan Uni Eropa sebetulnya sejalan, pendekatannya yang berbeda membuat kesepakatan menjadi kompleks.

Negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU CEPA) telah berlangsung selama sembilan tahun. Budi menyampaikan pada pertengahan 2025, substansi perjanjian tersebut akhirnya rampung disepakati.

"Sekarang ini masih berlangsung tim dari Kemendag bersama Uni Eropa di Jakarta untuk menuangkan perjanjian itu dalam teks. Substansi sudah selesai, tinggal dituangkan dalam bentuk teks untuk menjadi kesepakatan," jelasnya.

Setelah tahap itu, proses akan dilanjutkan ke penyusunan legal draft oleh Uni Eropa yang mencakup 27 negara anggotanya. Budi memperkirakan keseluruhan proses bisa rampung pada pertengahan tahun, mengingat proses administrasi di tingkat Eropa cenderung lebih panjang.

Ia menambahkan poin substansi penting yang telah disepakati dalam IEU CEPA mencakup produk-produk unggulan Indonesia yang selama ini kesulitan akses pasar karena hambatan non tarif. Produk seperti sawit, karet, dan nikel disebut memiliki potensi besar untuk diekspor ke pasar Eropa jika hambatan itu bisa diatasi.

"Ke depan pasar kita menjadi banyak, jadi semakin luas dengan harapan ekspor kita semakin meningkat. Ini memberi peluang industri dalam negeri kita untuk berkembang," kata Budi.

Dalam kesempatan yang sama, Budi juga menyoroti pemanfaatan surat keterangan asal (SKA) oleh pelaku ekspor nasional, terutama UMKM. Menurutnya, SKA merupakan bagian penting dalam implementasi perjanjian dagang, termasuk IEU CEPA.

Ia mengatakan proses penerbitan SKA kini telah dilakukan secara digital untuk sebagian besar negara mitra dagang. Namun, pemanfaatannya di kalangan eksportir Indonesia masih tergolong rendah.

"Menurut data kami, 80 persen baru yang menggunakan SKA preferensi. Mungkin tidak tahu atau bagaimana, tetapi kita terus melakukan sosialisasi," ujar dia.

Untuk mengatasi masalah itu, Kemendag telah membentuk FTA (Free Trade Agreement) Center atau Export Center di berbagai daerah. Fasilitas ini bertujuan membantu pelaku usaha memahami tata cara memanfaatkan perjanjian dagang yang sudah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia.

Saat ini, Budi menyebut Indonesia telah memiliki 19 perjanjian perdagangan yang sudah diimplementasikan, 10 dalam tahap ratifikasi, dan 16 lainnya masih dalam proses negosiasi.

[Gambas:Video CNN]

(del/pta)

Read Entire Article
| | | |