CNN Indonesia
Rabu, 18 Jun 2025 16:20 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, berhasil mendapat kontrak senilai US$200 juta atau sekitar Rp3,2 triliun (dengan asumsi Rp16.321 per 1 dollar AS) dari Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Kontrak ini merupakan yang pertama inisiatif startup ini untuk menerapkan AI dalam pemerintahan
Departemen Pertahanan AS pada Senin (16/6), memberikan kontrak senilai US$200 juta kepada OpenAI. Dengan kontrak kerja sama ini, OpenAI bakal mengembangkan kecerdasan buatan generatif (AI) bagi militer AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"OpenAI akan mengembangkan prototipe kemampuan AI terdepan untuk mengatasi tantangan keamanan nasional kritis di bidang perang dan operasional pemerintahan", menurut pengumuman kontrak Departemen Pertahanan, melansir The Guardian, Selasa (17/6).
Program dengan Departemen Pertahanan merupakan kemitraan pertama OpenAI menerapkan teknologi kecerdasan artifisial dalam pemerintahan. Perusahaan berencana menunjukkan bagaimana AI canggih dapat secara signifikan meningkatkan operasi administratif seperti akses layanan kesehatan bagi anggota militer dan pertahanan siber.
OpenAI mengklaim semua penggunaan AI untuk militer akan sesuai dengan pedoman penggunaan OpenAI, yang ditentukan oleh perusahaan.
Perusahaan teknologi besar semakin gencar menawarkan alat-alat mereka kepada militer AS, di antaranya Meta dan Palantir, perusahaan teknologi pertahanan berbasis AI yang didirikan oleh Peter Thiel, miliarder teknologi konservatif yang berperan besar dalam pergeseran ke kanan di Silicon Valley.
OpenAI dan startup teknologi pertahanan Anduril Industries pada akhir tahun lalu mengumumkan kemitraan untuk mengembangkan dan menerapkan solusi AI untuk misi keamanan.
Aliansi ini menggabungkan model AI OpenAI dengan platform teknologi militer Anduril untuk memperkuat pertahanan terhadap drone udara dan sistem pesawat tak berawak lainnya, menurut kedua perusahaan.
"OpenAI mengembangkan AI untuk memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin orang, dan mendukung upaya yang dipimpin AS untuk memastikan teknologi ini mematuhi nilai-nilai demokratis," kata Sam Altman, CEO OpenAI, saat itu.
(dmi/dmi)