Sleman, CNN Indonesia --
Polisi menangkap pelaku pelemparan molotov dan perusakan enam pos polisi atau pospol di wilayah Kota Yogyakarta serta Kabupaten Sleman, DIY awal September 2025 lalu.
Pelaku total berjumlah dua orang. Seorang berinisial ARS (21) sebagai eksektor dan DSP (24) selaku pembantu merakit bom molotov.
Kedua pria itu ditangkap jajaran Polresta Yogyakarta bersama Densus 88 Mabes Polri dan Tim Resmob Polresta Sleman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Eva Guna Pandia menuturkan, sosok ARS berhasil diidentifikasi setelah polisi menelusuri video hasil rekaman kamera pengawas atau CCTV di total 41 titik yang menangkap rute atau pergerakan pelaku.
Pandia mengatakan, pada 10 September kemarin, polisi menggerebek kediaman ARS di Godean, Sleman, DIY. Namun, ARS tidak berada di lokasi.
Alhasil, petugas melakukan pendekatan persuasif terhadap pihak keluarga ARS dan akhirnya, ARS menyerahkan diri.
Berdasarkan keterangan ARS, polisi mengamankan DSP pada hari yang sama sore harinya di kediamannya, Kasihan, Bantul.
Kepada petugas, ARS mengaku melakukan aksinya karena termotivasi usai melihat berbagai unggahan di media sosial mengenai aksi perusakan pos polisi selama demonstrasi di beberapa daerah, termasuk DIY akhir Agustus 2025.
Namun demikian, Pandia memastikan jika ARS tidak ikut aksi berujung kericuhan di Mapolda DIY, Sleman pada 29, 30, 31 Agustus 2025 lalu. Motif pelaku, lanjutnya, murni cuma ikut-ikutan alias FOMO. Kecuali DSP, tidak ada keterlibatan pihak lain di balik aksinya.
"Modus operandi melempar pos polisi dengan molotov dan batu adalah ikut-ikutan karena melihat medsos perusakan di beberapa kantor polisi," kata Pandia di Mapolresta Yogyakarta, DIY, Kamis (11/9).
Pandia juga membeberkan status ARS selaku residivis kasus penganiayaan. Tercatat, tiga kali sudah ia diproses hukum.
Sasar 6 pos polisi
Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta Kompol Riski Adrian menambahkan, pelaku ARS melakukan tindak perusakan menyasar enam pos polisi di wilayah Yogyakarta dan Sleman secara acak pada Kamis (4/9) kemarin. Semua ia lakukan dalam kurun waktu 40 menit saja.
Riski bilang, ARS sempat menenggak minuman beralkohol sebelum beraksi. Selanjutnya, dengan membawa dua botol molotov yang sudah ia buat sebelumnya, pelaku menuju titik pertama di Pos Polisi Pelemgurih, Gamping, Sleman pukul 05.10 WIB.
"Melakukan pengerusakan dengan melakukan pelemparan batu," kata Riski.
Titik kedua yakni Pos Polisi Pingit, Jetis, Kota Yogyakarta pukul 05.20 WIB. Sebagaimana terekam dalam video hasil tangkapan CCTV, pelaku melempar satu buah molotov ke arah teras pos namun botol tidak pecah.
Selanjutnya, pelaku bergeser ke Pos Monjali, Ngaglik, Sleman pada pukul 05.25 WIB. Di sana, ia memecahkan kaca depan pos memakai batu serta melempar molotov ke arah pintu. Api sempat menyala namun tidak terlalu besar.
Berikutnya, ia melakukan perusakan pada tiga pos polisi di Sleman. Yakni, pos Jombor, Mlati; Denggung, Sleman; dan Kronggahan, Mlati secara berurutan pada pukul 05.31, 05.40 dan 05.50 WIB.
Selepas beraksi, ARS meminta izin tak berangkat kerja sebagai tukang bangunan karena mengalami cedera usai terjatuh ketika melancarkan aksinya. Pelaku lalu tidur dan mengetahui perbuatannya sudah viral di media sosial Kamis sore harinya.
ARS lalu mematikan ponselnya dan kabur ke kediaman rekannya di Kalasan, Sleman. Sepeda motor matic yang ia gunakan ketika beraksi ditinggal di rumah Godean.
Riski mengatakan, polisi berhasil menangkap ARS setelah meminta bantuan langsung kepada keluarga pelaku. Ia dipancing pulang ke rumah lewat pacarnya.
"Kita lakukan intervensi-intervensi terhadap keluarganya untuk yang bersangkutan menyerahkan diri. Akhirnya yang bersangkutan dipancing sama pacarnya untuk dijemput dan dibawa ke rumahnya," kata Riski.
Dari kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti, di antaranya sepeda motor dan molotov serta pakaian yang dikenakan pelaku ARS saat beraksi.
Atas perbuatannya, kedua pelaku ditetapkan sebagai tersangka. ARS dikenakan Pasal 187 ke-1 e, Pasal 187 ke-2 e KUHP. Ketiga, Pasal 187 ke-1e jo Pasal 53 ayat (1) KUHP. Keempat, Pasal 187 ke-2 e jo Pasal 53 ayat 1 KUHP. Dari semua pasal itu, ARS bisa menghadapi ancaman hukuman maksimal 15 tahun pidana penjara.
Sementara DSP dijerat Pasal 187 ke-1 e Jo Pasal 56 ke-1e KUHP, Pasal 187 ke-2e Jo Pasal 56 ke-1e KUHP. Ketiga, Pasal 187 ke-1 e Jo Pasal 53 ayat 1 Jo Pasal 56 ke-1e KUHP. Keempat, Pasal 187 ke-2e Jo Pasal 53 ayat 1 Jo Pasal 56 ke-1e KUHP. Dari semua pasal itu, DSP bisa menghadapi ancaman hukuman maksimal 5 tahun pidana penjara.
(kum/ugo)