Jakarta, CNN Indonesia --
Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo menyerukan tobat nasional di tengah kondisi Indonesia yang memprihatinkan belakangan ini.
"Marilah kita melakukan tobat nasional, itu kata yang menurut saya paling perlu karena kalau tidak ya, ndak tahu kita itu mau apa," kata Suharyo dalam konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Menteng, Jakarta, Rabu (3/9).
Kardinal Suharyo mengajak pemerintah di segala rumpun kekuasaan untuk melakukan introspeksi diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya meminta pemerintah untuk membenahi sistem dan tidak menyangkal kesalahan yang telah dilakukan selama ini.
"Ini bisa berkaitan dengan legislatif, seperti apa legislatif itu, seperti yudikatif, seperti eksekutif, kita di mana, pilar untuk demokrasi itu, dibuka kartunya, diakui kesalahan-kesalahannya, karena kalau kita menyangkal, kita takkan kemana-mana," katanya.
Ia pun menyinggung cita-cita Indonesia Emas pada 2045. Suharyo membayangkan bahwa cita-cita itu sejalan dengan cita-cita para pendiri bangsa dulu.
"Pertanyaannya apakah kita tahu dari mana kita berjalan? karena kalau kuta tidak tahu dari mana kita berjalan, jalannya itu bisa ke sana kemari," ucap dia.
Pada saat yang sama, Profesor filsafat STF Driyarkara Franz Magnis Suseno menyampaikan bahwa demonstrasi yang terjadi belakangan merupakan kemarahan sekaligus kekecewaan rakyat.
Ia menyebut rakyat dipertontonkan dengan tingkah laku pejabat yang sibuk memperkaya diri mereka tanpa malu-malu.
Romo Magnis pun menekankan betapa pentingnya bagi pejabat negara untuk mendengarkan aspirasi masyarakat.
"Bertahun-tahun masyarakat mengalami frustrasi, melihat bahwa Indonesia itu sepertinya milik mereka yang di atas, yang memperkaya diri tanpa malu-malu, menambah fasilitas. Nah, masyarakat sendiri susah dan itu meledak dan itu sangat berbahaya, karena itu orang juga akan berpikir 80 tahun merdeka kok masih seperti itu?" kata dia yang karib disapa Romo Magnis.
Gerakan Nurani Bangsa ini digawangi sejumlah tokoh-tokoh nasional lintas agama dari mulai Sinta Nuriyah istri Gus Dur, Franz Magniz-Suseno, eks Menag Lukman Hakim Saefuddin, eks Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Uskup Agung Jakarta Kardinal Suharyo, dan Pendeta Gomar Gultom.
menekankan pentingnya evaluasi di tubuh institusi negara agar tidak menimbulkan tidakan eksesif dan pelanggaran hak asasi manusia.
GNB menilai rakyat marah karena menyaksikan sebagian elite penguasa baik eksekutif, legislatif, yudikatif serta aparat penegak hukum yang tidak sensitif dan berempati kepada beban rakyat yang terus membesar.
"Karenanya, kepala negara harus secepatnya memimpin dan memerintahkan semua jajaran institusi negara untuk bersikap berdasar nilai etika, kebersahajaan, dan asas kepatutan guna mengembalikan kepercayaan masyarakat luas yang hilang," ujar Alissa Wahid dalam konferensi pers GNB itu.
"Dengan cara: memerintahkan kepolisian untuk secepatnya mengevaluasi dan menata ulang kepemimpinan dan kebijakannya agar tidak menimbulkan tindakan eksesif yang melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara lainnya," imbuhnya.
Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan ini merupakan kali kelima GNB menyampaikan pesan kebangsaan.
Pesan sebelumnya disampaikan saat menjelang Pemilu pada Februari tahun lalu, catatan mengenai 100 hari kinerja pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, saat menyikapi Revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), dan saat memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI.
Kali ini pesan itu disampaikan setelah gelombang demo yang dipicu tunjangan perumahan DPR hingga kekerasan aparat di sejumlah kota Indonesia, termasuk Jakarta.
"Mengapa kami merasa perlu menyampaikan itu? Tentu, saudara-saudara sekalian bisa memaklumi perkembangan terakhir situasi dan kondisi kehidupan masyarakat kita. Ada peristiwa-peristiwa yang tidak bisa didiamkan, nilai-nilai kemanusiaan disimpangi," ujar Lukman.
(mnf/kid)