Review Film: Sore, Istri dari Masa Depan

5 hours ago 5

Sore jadi karya monumental dalam industri film Indonesia, penanda jejak film romansa lokal bisa mencapai level berbeda yang belum pernah ada.

Jakarta, CNN Indonesia --

Artikel ini mengandung beberan/spoiler ringan.

Sore: Istri dari Masa Depan meninggalkan jejak emosi mendalam yang terngiang lama di dalam kepala. Perasaan yang muncul ini kuat dan jelas. Namun, tidak mudah pula untuk diungkapkan secara utuh.

Film ini mungkin menjadi karya Yandy Laurens (penulis, sutradara) yang paling luas jangkauan interpretasinya di mata penonton, termasuk bagi saya sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai penikmat Sore: Istri dari Masa Depan (2017), saya tentu antusias setelah mendengar kabar bahwa web series hit pada zamannya itu bakal diadaptasi menjadi film panjang.

Saya tak meragukan kemampuan Yandy, apalagi dengan rapor hijaunya ketika menggarap film adaptasi melalui Keluarga Cemara (2019) dan 1 Kakak 7 Ponakan (2025).

Yandy juga penulis dan sutradara Jatuh Cinta Seperti di Film-Film (2023) yang menang tujuh Piala Citra. Dengan ini semua, reputasi Yandy sebagai sutradara hebat di Indonesia rasanya tak terbantahkan.

Keyakinan itu diamini ketika film diputar. Sore: Istri dari Masa Depan dibuka dengan suguhan indah yang kualitas produksinya benar-benar 'upgrade' dari versi terdahulu.

 Istri dari Masa Depan (2025). (Cerita Films)Review Film SORE: Istri dari Masa Depan (2025): Film ini mungkin menjadi karya Yandy Laurens (penulis, sutradara) yang paling luas jangkauan interpretasinya di mata penonton. (Cerita Films)

Memang ada perbedaan pada versi film yang muncul sejak awal. Peran Sore diemban Sheila Dara Aisha, pemenang Piala Citra yang terpilih menjadi suksesor Tika Bravani.

Latar tempat juga mengalami perubahan, dari Petrioli serta Ponza di Italia menjadi Grožnjan dan Zagreb di Kroasia. Film itu juga sempat syuting di Finlandia dan Indonesia untuk beberapa adegan.

Di luar itu, nyaris semua terasa familier dalam ingatan. Jonathan (Dion Wiyoko) tetap kaget dan curiga ketika pertama bertemu Sore yang langsung mengaku sebagai istrinya dari masa depan.

Forget Jakarta dan Gaze dari Adhitia Sofyan juga kembali menemani penonton masuk ke dunia Sore, sama seperti yang terjadi di versi serial delapan tahun lalu.

Namun, rona ceria Sore yang happy-go-lucky selama mengajak Jonathan hidup lebih sehat langsung berubah drastis kala rahasia besar di baliknya terbongkar.

Sejak saat itu, semua pengetahuan penonton tentang Sore: Istri dari Masa Depan langsung terbantahkan. Pancarona, lagu Barasuara yang ikut diputar di adegan itu, menggambarkan momen penting ini dengan sangat magis.

"Kesunyian melagukan kerinduan. Kesepian, melankolia."

"Gila." Hanya satu kata itu yang terucap dari mulut saat menyaksikan perubahan ekstrem yang terjadi setelah adegan Pancarona. Satu kata itu pula yang terus muncul dalam benak sepanjang sisa cerita.

Di balik riangnya Sore, ternyata ada gemuruh kerinduan menembus ruang dan waktu yang tersembunyi rapat. Kata rindu bahkan terasa terlalu umum untuk menggambarkan ini.

Emosi yang tersalurkan lewat Sore (Sheila Dara) mungkin lebih terasa seperti damba. Jika boleh meminjam istilah asing, longing atau yearning juga lebih cocok karena hasrat emosinya lebih kuat dan mendalam.

Perasaan itu pula yang mendorong Sore tidak pernah ragu pergi ke masa lalu supaya dapat mengubah takdir Jonathan. Pada titik ini pula, Sore: Istri dari Masa Depan bermanuver dan mengenalkan konsep time loop yang tidak diduga-duga.

Eksplorasi bagian ini dituturkan dengan indah berkat kepekaan Yandy dalam menemukan nuansa yang pas untuk setiap adegannya.

Semua nyaris dikemas dengan pas. Sheila Dara menyelami spektrum emosi Sore dengan apik, melahirkan penampilan monumental dalam kariernya.

Sore jelas bukan karakter yang mudah untuk diperankan karena segala hal yang dilaluinya terasa begitu sureal, mungkin sangat jarang dialami manusia. Namun, Sheila terbukti bisa menunjukkan itu semua menjadi nyata.

 Istri dari Masa Depan (2025). (Cerita Films)Peran Sore diemban Sheila Dara Aisha, pemenang Piala Citra yang terpilih menjadi suksesor Tika Bravani.: (Cerita Films)

Dion Wiyoko juga tak main-main saat kembali menjadi Jonathan. Dengan segala sisi barunya di versi film, ia mampu membawa Jonathan ke level baru dengan karakterisasi yang semakin matang.

Sore: Istri dari Masa Depan semakin menawan berkat hasil memukau pengarah sinematografi yang mampu menangkap lanskap Kroasia dan Finlandia sehingga sebanding dengan kualitas ceritanya.

Departemen lain juga tampak mengerahkan kinerja yang sama kerasnya: komposer, tim pengarah busana, sampai aktor-aktor Eropa yang tidak dipilih asal-asalan.

Saya juga salut dengan kejelian Yandy dan produser Suryana Paramita yang menggaet Goran Bogdan. Ia memberikan nuansa baru sebagai Karlo, bukan hanya pemanis untuk menunjang kesesuaian latar saja.

Meski begitu, saya merasa ada risiko tersendiri saat Sore: Istri dari Masa Depan semakin jauh mengeksplorasi konsep time loop. Elemen itu menyebabkan cerita berulang dengan narasi yang berkembang secara perlahan.

Saya tidak menyangkal ada banyak hal krusial yang ingin disampaikan sutradara dari adegan time loop itu. Namun, sulit juga memungkiri bahwa adegan itu sangat rawan menjemukan penonton.

Penonton seolah butuh kesabaran sekuat Sore yang bertahan mengulangi 'rutinitas' demi mengubah gaya hidup Jo untuk bisa meresapi cerita dengan maksimal.

[Gambas:Video CNN]

Selain itu, Yandy juga membuat aturan time travel versinya sendiri. Ini mungkin akan jadi perdebatan, tetapi mudah untuk memahami bahwa bagian tersebut memang hanya suatu medium untuk menjelajahi cerita.

Bagi mereka yang bertahan, ujian itu terbayar lunas ketika Sore: Istri dari Masa Depan sekali lagi menghadirkan kegilaan menjelang akhir cerita.

Barasuara kembali menjadi pemain penting lewat lagu Terbuang Dalam Waktu. Lagu itu mengalun dalam kresendo yang memuncak, seiring dengan perjalanan cinta Sore dan Jo yang mencapai klimaks.

Adegan itu pula yang memberikan gejolak emosi paling kuat kepada penonton. Emosi yang sulit didefinisikan, tetapi benar-benar memenuhi hati.

[Gambas:Youtube]

Namun, terlepas dari perjalanan lintas waktu yang penuh gejolak, Yandy Laurens ternyata tetap setia dengan nilai utama Sore: Istri dari Masa Depan hingga akhir cerita.

Perjalanan sureal menembus ruang dan waktu tidak mengkhianati elemen penting Sore yang membawa topik penerimaan, bahkan di versi serial delapan tahun lalu.

Kesetiaan itu, bagi saya, menjadi elemen yang membuat Sore: Istri dari Masa Depan terasa personal terlepas dari keunikan pengalaman setiap penonton.

Saya juga meyakini Sore telah menjadi karya monumental dalam industri film Indonesia. Ia seperti penanda jejak bahwa film romansa di negara ini bisa mencapai level berbeda yang belum pernah terjadi sebelumnya.

(end)

Read Entire Article
| | | |