Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengklaim tak semua produk ekspor Indonesia dipungut tarif 19 persen oleh Presiden AS Donald Trump.
"Kemarin Bapak Presiden (Prabowo Subianto) kan menyampaikan bahwa tarif resiprokal kita dari Trump sudah memutuskan, final 19 persen, tapi masih ada ruang negosiasi di sana," klaim Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (18/7).
"Ada beberapa produk komoditas kita yang istilahnya itu sangat dibutuhkan oleh Amerika, tidak bisa diproduksi di sana, tapi sangat reliable kalau diekspor dari Indonesia. Itu kita nego supaya tarifnya 0 persen. Itu banyak produknya, sedang kita negokan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susi mengatakan pihaknya masih menyusun daftar lengkap produk ekspor Indonesia yang akan diusahakan mendapat tarif 0 persen dari AS. Namun, ia membocorkan setidaknya ada 5 komoditas.
Kelima komoditas yang kemungkinan bakal mendapatkan tarif impor 0 persen dari AS adalah crude palm oil (CPO), kopi, kakao, nikel, sampai rubber. Pemerintah Indonesia yakin betul negosiasi itu bisa berhasil.
Anak buah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto itu menegaskan proses negosiasi masih berlangsung dengan United States Trade Representative (USTR).
Bahkan, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Edi Prio Pambudi serta Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Bilateral Irwan Sinaga menetap di Washington DC hingga 1 Agustus 2025 mendatang.
"Ada beberapa komoditas yang kita mintakan supaya 0 persen karena sangat dibutuhkan oleh Amerika dan katakan hanya bisa dari Indonesia. Reliable ekspornya dari Indonesia. Jadi, itu masih kita negokan banyak sekali dan mudah-mudahan itu bisa 0 persen. Jadi, tidak semuanya kena tarif resiprokal yang final 19 persen," tutur Susi.
Di lain sisi, ia menyinggung soal tarif 0 persen untuk produk-produk AS yang masuk ke Indonesia. Susi menegaskan mayoritas barang dari Amerika selama ini memang sudah nihil tarif.
Susi juga menyebut proses negosiasi tarif resiprokal tidak mungkin membawa Indonesia 0 persen dan AS 0 persen. Pasalnya, tarif yang dibebankan Trump bukan hanya untuk Indonesia. Ia menegaskan negosiasi tarif harus dibandingkan dengan hasil yang diperoleh negara lain.
"Dari total pos tarif HS kita yang 11.552 itu, kemarin disepakati impornya (dari AS) ke Indonesia 0 persen sekitar 99 persen. Itu kira-kira 11.474 pos tarif HS," ungkap Susi soal produk AS yang bebas tarif saat masuk tanah air.
"Bukan 0 (persen) dibandingkan 19 (persen), bukan begitu, 0 ini juga skema CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) dan FTA (Free Trade Agreement) yang lain juga sama mendekati 0. Di Amerika bandingannya 19 dengan negara lain, kita masih paling rendah. Dibandingkan semua negara yang memberikan dampak defisit ke Amerika, kita terendah. Di antara semua negara ASEAN, untuk yang defisit ya, kita terendah," tegasnya.
Menurutnya, penting menentukan perspektif ketika melihat tarif 0 persen bagi produk AS yang masuk Indonesia. Susi menjelaskan impor dari Amerika analoginya adalah biaya yang dibayar oleh Indonesia, kemudian dinolkan.
"Selama ini, enggak ada Trump, gak ada siapapun, barang AS yang ke Indonesia itu sudah sebagian besar (tarif) 0 persen. Kalau dari sisi nilai 39 persen sekian ya, 40 persenan itu memang sudah 0 persen. Jadi, average rate tarif kita itu memang sudah rendah gitu," beber Susi.
"Kalau enggak salah produk Amerika yang kita impor itu sekitar 1.482 pos tarif. Itu 40 persen lebih sudah 0 persen, tanpa ada apapun ... Bukan tiba-tiba karena kita rundingan (dengan Trump) terus kita nolkan, tidak seperti itu," sambungnya.
Sesmenko Susi menegaskan Indonesia turut selamat dari ancaman tarif transhipment, seperti yang dibebankan AS kepada Vietnam. Negara tetangga itu dipungut tarif 20 persen, tapi bakal dihukum 40 persen jika terbukti barang-barang yang dikirim ke AS bukan produk asli Vietnam.
Ia menegaskan Vietnam dipukul klausul transhipment imbas kedekatan dengan China. AS dinilai khawatir produk-produk yang dikirim Vietnam merupakan hasil manufaktur ulang dari Negeri Tirai Bambu.
"Kita kan masih akan ketemu terus dengan USTR, di joint statement (Indonesia dan AS) nanti akan dibunyikan di situ (detail kesepakatan). Kita akan sepakat, kemudian nanti detailnya, skemanya seperti apa, akan kita detailkan lagi. Dan itu bukan kita dipaksa. Kita juga akan diuntungkan dengan itu," tandasnya.
Infografis Produk Unggulan Ekspor-Impor RI dan AS. (Basith Subastian/CNNIndonesia).
(skt/agt)