Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap penipuan digital (scam) di Indonesia meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Tren peningkatan scam ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi masyarakat.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah mengatakan peningkatan tren penipuan digital saat ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi masyarakat. Menurutnya sekitar 65 persen pengguna seluler terpapar pesan atau panggilan scam setiap minggu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut Scam Report 2024, 65 persen pengguna seluler di Indonesia menerima SMS, telepon, atau pesan scam minimal sekali per minggu. Sebagian melapor, sebagian tidak, tetapi hampir semua pengguna pernah menerima pesan penipuan," ujarnya dalam Prees Room Edisi Ngopi Bareng, Jumat (14/11).
Menurut dia hingga Oktober 2025 total kerugian akibat scam yang dilaporkan mencapai Rp7 triliun, namun dana yang berhasil dipulihkan baru mencapai RP365,5 miliar. Angka itu setara dengan 5,4 persen dari total kerugian.
"Artinya, setelah menjadi korban scam, probabilitas dana kembali hanya sekitar 5 persen," ungkap Edwin.
Hingga saat ini Komdigi terus memperkuat kebijakan dan dukungan teknologi agar ekosistem digital Indonesia semakin aman dan terlindungi. Kolaborasi antara pemerintah, operator seluler, dan masyarakat sangat penting untuk mengurangi penipuan digital.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 125.217 ribu korban melalui Indonesia Anti-Scam Center, 171.791 ribu korban melalui perusahan jasa keuangan, 483.695 ribu rekening yang dilaporkan terkait aktivasi scam, dan 93.819 ribu rekening yang telah berhasil diblokir.
Jumlah ini menunjukkan dampak yang sangat luar biasa terhadap keselamatan data masyarakat.
Menurutnya pelaku kini banyak memanfaatkan masking nomor, yaitu manipulasi nomor seperti nomor resmi. Banyak kasus penyalahgunaan KTP, KK, dan SIM untuk modus penipuan.
"Nomornya itu nomor persis seperti nomor bank sekitaran Jakarta Pusat. Email konfirmasi palsu pun dibuat sangat meyakinkan," ungkapnya.
Maka dari itu, untuk menutup celah pemalsuan identitas, Komdigi sedang menyelesaikan konsultasi publik mengenai penggunaan teknologi pengenalan wajah atau face recognition untuk proses registrasi kartu seluler.
Tingginya aktivitas ini membuat pelaku scam semakin mudah untuk membuat nomor baru, dan memperbesar risiko penipuan. Saat ini angka kerugian diperkirakan sekitar Rp7 triliun.
"Angka Rp7 triliun itu hanya yang dilaporkan, kita tidak tahu yang tidak dilaporkan. Banyak korban di daerah atau luar perkotaan yang tidak melapor, sehingga kerugian sebenarnya kemungkinan jauh lebih besar," tegas Edwin.
Aktivasi nomor baru yang sangat tinggi ini sudah mencapai 15-20 juta per bulan, dan Indonesia memiliki 308-315 juta nomor aktif.
(wsj/dmi)

















































