Wakil Bupati Jember Adukan Bupati ke KPK

1 hour ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Bupati Jember Djoko Susanto mengadukan Bupati Muhammad Fawait ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena merasa diabaikan dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.

Djoko disebut meminta KPK untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan khusus dalam penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang benar dan bersih.

"Benar ada surat terkait koordinasi supervisi," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Senin (22/9) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, Budi mengatakan KPK berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan dan pengawasan kepada pemerintah daerah dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi.

Satu di antaranya melalui instrumen Monitoring Controling Surveilance for Prevention (MCSP) yang berfokus pada 8 area.

Yakni perencanaan dan penganggaran, perizinan, pengadaan barang dan jasa (PBJ), manajemen ASN, penguatan aparat pengawas internal, manajemen aset (BMD), optimalisasi pendapatan daerah, dan pelayanan publik

"KPK juga terus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam pembangunan daerah, sebagai salah satu bentuk collaborative governance melalui partisipasi aktif publik," ucap Budi.

Djoko Susanto dalam beberapa pemberitaan menjelaskan jika selama enam bulan terjadi pengabaian oleh Bupati Jember Muhammad Fawait terhadap tugas dan fungsi wakil bupati seperti yang diatur dalam Pasal 66 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pengabaian tersebut terlihat dari tidak dilibatkannya wakil bupati dalam proses perumusan kebijakan dan agenda-agenda resmi pemerintahan daerah. Hal ini dianggap berakibat tidak terlaksananya penyelenggaraan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

Djoko menilai sikap bupati menimbulkan sejumlah persoalan. Pertama, pembentukan Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D) dirasa tumpang tindih dengan tugas dan fungsi wakil bupati.

Kemudian, meritokrasi kepegawaian ASN yang tidak berjalan sehingga berpotensi rendahnya profesionalitas aparatur dan rawan terjadi KKN.

Inspektorat juga dianggap lemah dan tidak independen dalam menjalankan pengawasan sehingga ada sejumlah ASN yang dipaksa mengundurkan diri setelah dilakukan pemeriksaan.

Ketiga, pengelolaan APBD yang tidak transparan. Keempat, lemahnya sistem tata kelola aset milik daerah sehingga kendaraan bermotor digunakan oleh orang yang tidak berhak.

Kelima, koordinasi antara wakil bupati dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terhambat sehingga ada pembangkangan ASN kepada wakil bupati. Terakhir, tidak direalisasikannya hak keuangan dan protokoler wakil bupati.

(ryn/isn)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |