Jakarta, CNN Indonesia --
Jenazah pendaki asal Brasil, Juliana (27) yang jatuh saat mendaki di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB) akhirnya berhasil dievakuasi oleh tim SAR gabungan.
Insiden nahas yang menimpa Juliana diketahui terjadi pada Sabtu (21/6) pagi. Juliana baru berhasil ditemukan setelah dua hari pencarian atau pada Senin (23/6), namun proses evakuasi tak bisa langsung dilakukan.
Tim SAR gabungan baru bisa menjangkau Juliana yang berada di kedalaman 600 meter pada Selasa (24/6). Setelah melalui proses panjang, jenazah Juliana akhirnya berhasil dievakuasi pada Rabu (25/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CNNIndonesia.com telah merangkum sejumlah fakta terkait proses evakuasi Juliana sebagai berikut:
Tim SAR Bermalam dengan Jenazah Juliana
Anggota tim SAR Unit Lombok Timur, Samsul Padli mengungkapkan momen bermalam dengan flying camp untuk menjaga jenazah Juliana.
Samsul menceritakan dirinya turun seorang ke jurang di lokasi jatuhnya Juliana pada Selasa (24/6) malam. Sementara tiga rekannya berada di tempat lebih di atas.
Mereka kemudian melakukan flying camp di jurang sedalam ratusan meter itu. Padli mengaku tidak bisa tidur nyenyak saat menemani jenazah Juliana dengan flying camp.
"Rasanya itu ngeri-ngeri sedap," kata Padli mengutip detikcom, Kamis (26/6).
Padli menggambarkan lokasi jatuhnya Juliana itu berada di jurang yang curam dengan medan yang berpasir dan dikelilingi bebatuan. Alhasil, proses evakuasi pun terbilang cukup berat dan memakan waktu cukup lama.
"Ada bebatuan lepas juga di sana, makanya kalau ada batu yang menggelinding dari atas langsung diberi tahu saya oleh teman yang berada di atas," ujarnya.
Seusai bermalam di ketinggian dengan flying camp, Padli dan rekan-rekannya kemudian mengevakuasi jenazah Juliana keesokan harinya, Rabu (25/6) pagi. Evakuasi dimulai sejak pukul 08.00 Wita.
"Kami angkat dengan hati-hati, lalu memasukkan korban ke kantong jenazah. Setelah itu, sekitar pukul 08.00 jenazah korban mulai diangkat," ucap Padli.
Keluarga Diklaim Terima Proses Evakuasi
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii mengklaim keluarga Juliana menerima kondisi hingga seluruh prosedur evakuasi yang dilakukan tim.
Syafii menyebut pihaknya telah bertemu dengan keluarga Juliana. Dalam pertemuan itu, kata dia, pihaknya menjelaskan seluruh kegiatan dan prosedur proses evakuasi.
"Dan dari kesempatan itu kita berikan kesempatan barang kali mungkin ada tanggapan, mungkin ada pertanyaan dan ternyata alhamdulillah dari pihak keluarga bisa sangat menerima dari situasi dan kondisi yang dihadapi," tutur dia, Rabu (25/6).
"Karena memang mungkin tidak selamanya sama dari apa yang diperkirakan oleh mungkin masyarakat yang mungkin tidak tahu persis situasi yang ada di sini," sambungnya.
Basarnas Evaluasi Proses Evakuasi
Buntut insiden ini, Syafii menyebut pihaknya bakal mengevaluasi sistem penyelamatan kedaruratan di Gunung Rinjani.
"Pada saat rapat evaluasi mungkin ada hal-hal yang akan kami lakukan, dari kejadian ini kami bisa memberikan pelatihan-pelatihan dan di beberapa titik mungkin perlu ditambahkan fasilitas untuk mempercepat proses penyelamatan kedaruratan," tuturnya.
Syafii menerangkan metode SAR pada kondisi kedaruratan itu berbeda-beda di tiap medan lapangan, termasuk kondisi yang ekstrem seperti gunung maupun jurang dengan kondisi permukaan yang landai.
Ia juga menjelaskan ketika melakukan misi evakuasi ada beberapa hal yang harus mengacu pada prosedur operasional standar (SOP) yang telah ditetapkan. Salah satunya tidak boleh meninggalkan korban ketika sudah ditemukan bagaimana pun kondisinya.
"Ketika sudah menemukan korban mereka harus flying camp itu memang sudah tanggung jawab dan SOP-nya, karena mereka memang dilatih untuk itu," ucap dia.
Keluarga Minta Autopsi
Di sisi lain, keluarga Juliana meminta proses autopsi terhadap jenazah korban. Ini dilakukan untuk mengetahui penyebab dan waktu kematian Juliana.
"Pihak keluarga mau tahu proses kematian karena apa. Mereka hanya ingin tahu kapan kematiannya," kata Wakil Gubernur NTB Indah Dhamayanti Putri di RS Bhayangkara Mataram, Kamis.
Tujuan tersebut, lanjut dia, akan menjadi kebutuhan pihak keluarga untuk kelengkapan administrasi pemakaman Juliana di Brasil.
Mulanya, autopsi akan dilakukan di RS Bhayangkara Mataram, namun batal karena dokter forensik sedang berada di luar kota.
Autopsi rencananya akan dilakukan di Denpasar, Bali. Jenazah Juliana rencananya pada siang ini akan diberangkatkan ke Bali melalui jalur darat dan jalur laut dari Pelabuhan Lembar, Lombok Barat menuju Pelabuhan Padangbai, Karangasem, Bali.
(dis/ugo)