Jakarta, CNN Indonesia --
Penjualan mobil listrik berbasis baterai (BEV) pada 2026 diperkirakan lebih menantang seiring berakhirnya pemberian insentif dari pemerintah, khususnya untuk kendaraan impor. Kondisi ini berpotensi memperlambat pertumbuhan pasar kendaraan nasional dibandingkan tahun sebelumnya.
Pakar otomotif Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai insentif impor mobil listrik yang akan berakhir pada 31 Desember 2025 berhasil mendorong minat beli konsumen kelas menengah. Namun, langkah pemerintah menyetop pemberian insentif itu, ia memprediksi penjualan mobil listrik tahun depan bakal mandek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun 2026 tampaknya laju pertumbuhan total segmentasi BEV kemungkinan akan melambat dibandingkan tahun 2025, akibat hilangnya insentif impor BEV. Pertumbuhan kelak akan digerakkan oleh BEV rakitan lokal," kata Yannes saat dihubungi, Senin (22/12).
Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil berbasis baterai di Indonesia tumbuh signifikan sepanjang 2025. Sejak Januari hingga November, penjualan mobil listrik secara wholesales atau jumlah distribusi dari pabrik ke dealer sebanyak 82.525 unit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka tersebut naik drastis hingga 113 persen dibanding periode serupa tahun lalu.
Gaikindo juga mencatat pertumbuhan luar biasa pada segmen elektrifikasi lain yaitu mobil plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) selama Januari hingga November 2025.
Merujuk data itu, distribusi mobil PHEV di Indonesia melonjak 3.217 persen menjadi 4.312 unit, sedangkan 11 bulan 2024 hanya berjumlah 130 unit, sementara Januari-Desember 2024 hanya bertambah jadi 136 unit.
Capaian positif juga terekam pada mobil hybrid, meski kenaikan permintaan tak setinggi BEV maupun PHEV.
Menurut data, permintaan mobil hybrid tahun ini sebanyak 57.311 unit, hanya naik enam persen dari periode yang sama tahun lalu yang mencatat 53.986 unit. Kemudian, data Gaikindo juga mencatat distribusi mobil hybrid pada 2024 mencapai 59.903 unit.
Meski demikian, ia menilai pasar kendaraan elektrifikasi secara keseluruhan belum tentu melemah. Justru, segmen hybrid electric vehicle (HEV) diperkirakan akan mengalami pertumbuhan signifikan.
Menurutnya, HEV menawarkan kombinasi efisiensi bahan bakar tanpa kekhawatiran jarak tempuh. Selain itu, HEV tidak bergantung pada infrastruktur pengisian daya yang hingga kini belum merata.
"Sedangkan segmentasi HEV akan sangat subur, akibat konsumen rasional akan memilih HEV sebagai safe haven, karena HEV menawarkan efisiensi BBM, range anxiety nol," ucap dia.
Khusus untuk mobil HEV merek Jepang, penjualan diperkirakan Yannes bakal makin solid. Hal ini tidak terlepas dari dukungan jaringan purnajual serta reputasi agen pemegang merek (APM) yang sudah mapan di Indonesia.
"Khusus untuk HEV Jepang akan lebih solid sales-nya karena didukung oleh after-sales yang solid dari APM-nya," kata Yannes.
(ryh/dmi)
















































