Iran Punya Syarat demi Negosiasi Nuklir dengan AS Lanjut

6 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Iran menolak membuka kembali perundingan nuklir dengan Amerika Serikat selama gempuran Israel ke wilayahnya masih berlangsung.

Penegasan itu disampaikan saat eskalasi konflik antara kedua negara semakin memburuk dan upaya internasional untuk menahan laju kekerasan terlihat semakin tidak efektif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pernyataan resmi, seperti diberitakan Reuters pada Jumat (20/6), Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan negosiasi tidak dapat dilakukan "hingga agresi Israel dihentikan".

Sementara itu, Eropa terus berusaha menjaga jalur diplomasi dengan mengundang Iran ke pertemuan di Jenewa, meski hasil nyata belum terlihat.

Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat Donald Trump meragukan efektivitas mediasi Eropa dan menyatakan Iran hanya ingin berbicara langsung dengan AS. Ia juga menolak menekan Israel untuk menahan diri dalam serangan militer.

"Iran tidak ingin bicara dengan Eropa. Mereka ingin bicara langsung dengan kami," kata Trump dalam keterangannya di Morristown, New Jersey mengutip Reuters.

[Gambas:Video CNN]

Trump juga mengaku terlalu sulit meminta Israel menghentikan serangan ke Iran di tengah situasi seperti saat ini. "Sulit membuat permintaan itu ketika pihak yang dimaksud sedang unggul," ujarnya.

Trump menegaskan bahwa AS masih memantau situasi, dan akan memutuskan dalam dua minggu apakah akan ikut campur secara langsung. Namun hingga saat ini, sikap Washington lebih condong membiarkan Israel melanjutkan serangan.

Pernyataan itu muncul di tengah intensifnya serangan militer Israel ke Iran.

Jet tempur Israel dilaporkan menghantam berbagai target militer, termasuk situs produksi rudal dan fasilitas penelitian yang dituding terkait pengembangan senjata nuklir.

Iran membalas dengan rudal ke wilayah Israel, termasuk kota Haifa dan Beersheba.

Konflik yang menyasar sejumlah titik sensitif, termasuk wilayah dekat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bushehr, turut memicu kekhawatiran badan internasional.

Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi memperingatkan bahwa serangan ke fasilitas nuklir bisa menimbulkan bencana besar.

"Serangan bersenjata terhadap fasilitas nuklir dapat menyebabkan pelepasan radioaktif dengan konsekuensi besar bagi wilayah yang lebih luas," ujarnya dalam rapat Dewan Keamanan PBB.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan konflik ini bisa "menyalakan api yang tak bisa dikendalikan siapa pun", dan menyerukan semua pihak untuk menahan diri.

Seruan serupa datang dari Rusia dan China yang meminta deeskalasi segera meski seruan-seruan tersebut belum menghasilkan respons konkret.

Iran tetap melakukan serangan balasan dengan rudal jarak jauh dan drone ke sasaran militer Israel. Di sisi lain, Israel menyatakan tidak akan menghentikan operasi militer hingga "ancaman nuklir Iran dihancurkan."

Data dari Human Rights Activists News Agency (HRANA) menyebutkan sedikitnya 639 orang tewas di Iran akibat serangan Israel. Di pihak Israel, otoritas menyebut 24 warga sipil tewas akibat serangan rudal Iran. Jumlah korban ini belum dapat diverifikasi secara independen.

Meski Eropa mencoba membangun jalur diplomasi, langkah itu belum membuahkan hasil. Iran menyatakan tidak akan menerima proposal pembatasan program nuklir yang melarang pengayaan uranium sepenuhnya.

"Apalagi dalam situasi serangan seperti ini," kata seorang pejabat senior Iran.

(tst/reuters/chri)

Read Entire Article
| | | |