Denpasar, CNN Indonesia --
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni buka suara soal pemusnahan barang bukti berupa ofset dan mahkota Cenderawasih di Jayapura, pada Senin (20/10), yang menuai kecaman dari masyarakat Papua.
Menteri Juli mengatakan soal kejadian di Papua itu Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kememhut Satyawan Pudyatmoko sudah meminta maaf secara resmi dan terbuka.
"Soal kejadian di Papua, Pak Dirjen KSDAE sudah secara resmi, secara terbuka mengucapkan maaf kepada masyarakat Papua, bahwa apa yang dilakukan oleh staf kami di Papua itu benar tapi tidak bisa dibenarkan," kata Menteri Raja Juli di Kantor BKSDA Bali, di Denpasar, Senin (27/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menerangkan, dalam falsafah Jawa ada benar dan pener dan apa yang dilakukan oleh staf BKSDA di Papua itu tidak tepat.
"Kalau dalam falsafah Jawa, tapi saya bukan orang Jawa, tapi saya belajar, itu ada benar dan pener, itu benar tapi tidak tepat, tidak kontekstual. Jadi legalnya benar tapi beyond legality itu tidak benar, karena ada kearifan lokal, ada lokal wisdom yang membuat ketersinggungan masyarakat," imbuhnya.
Ia menyatakan, dalam kejadian itu dirinya juga meminta maaf kepada masyarakat di Papua. Raja Juli berencana mengumpulkan seluruh BKSDA di Indonesia secara online atau zoom untuk memberikan pemahaman kepada mereka.
"Jadi atas nama Kementerian Kehutanan, Pak Dirjen sudah minta maaf. Saya juga mohon maaf agar apa yang terjadi ini, menjadi catatan dan rencana saya sebenarnya hari ini akan mengumpulkan secara zoom seluruh BKSDA kami di seluruh Indonesia," ujarnya.
"Untuk menginventarisasi lagi, apa yang di masyarakat itu dianggap tabu atau dianggap sebagai suatu hal yang sakral. Sehingga nanti ketika ada law enforcement, penegakan hukumnya tidak melanggar hal semacam ini," lanjutnya.
Raja Juli mengatakan tantangan saat ini adalah burung cenderawasih menjadi target pemburuan liar.
"Statusnya juga endemik dan burung cenderawasih ini banyak jenisnya dan tidak semua berhasil di penangkaran. Jadi banyak sekali tantangan-tantangannya, (burung cenderawasih) lebih pemalu, (harus memiliki) suhu udara tertentu, gelapnya juga tertentu," ungkapnya.
"Jadi baru satu yang berhasil di lembaga konservasi di Taman Mini di Jagad Satwa, ada satu lembaga konservasi yang sudah bisa membiakkan cenderawasih itu tapi baru satu. Jenis jenis-jenis yang lain itu belum berhasil," ujarnya.
Pihaknya juga mengimbau kepada seluruh pihak agar menjaga keragaman hayati di tanah Papua, terutama kelestarian burung cenderawasih.
"Dan oleh karena itu dalam kesempatan ini, saya juga kembali mengimbau kepada seluruh pihak yang punya kepentingan dengan Papua agar menjaga kekayaan ragam hayati di Papua, yaitu burung cenderawasih yang memiliki hubungan spiritual bahkan dengan masyarakat di Papua," ujarnya.
"Sekali lagi, mohon disampaikan kepada seluruh masyarakat Papua kami akan koreksi besar-besaran tentang ini dan sampaikan mohon maaf kami. Semoga nanti dimanapun tidak hanya di Papua, staff saya bisa lebih sensitif terhadap persoalan-persoalan lokal wisdom. Terima kasih," ujarnya.
Sebelumnya, anggota DPR RI dari dapil Papua, Yan Permenas Mandenas, mengecam aksi Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua yang melakukan pemusnahan mahkota Cenderawasih dengan cara dibakar.
Mandenas mengaku mendukung langkah penertiban tersebut, termasuk larangan berburu burung Cenderawasih untuk dijadikan ikat kepala dan mahkota. Namun, dia mengutuk cara yang digunakan.
"Langkah penertiban saya dukung, tapi tidak dibenarkan melakukan penertiban dengan membakar mahkota Cenderawasih," kata Mandenas dalam keterangannya, Rabu (22/10).
Pembakaran mahkota Cenderawasih itu dilakukan BBKSDA pada Senin (20/10). Pemusnahan itu dimaksudkan untuk memutus rantai perdagangan ilegal satwa liar dilindungi, termasuk Cenderawasih.
(kdf/gil)

















































