CNN Indonesia
Senin, 30 Jun 2025 21:40 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Partai NasDem menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan skema Pemilu karena dinilai melanggar UUD 1945 serta bersifat inkonstitusional.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat menyebut pemisahan Pemilu Presiden, DPR, DPD, Kepala Daerah dan DPRD yang dilakukan MK lewat putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah melanggar UUD 1945.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rerie yang juga merupakan Wakil Ketua MPR mengatakan hal itu bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali.
"Oleh karenanya Putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional," ujarnya dalam konferensi pers di NasDem Tower, Senin (30/6).
Ia menjelaskan pemilihan DPRD dan Kepala Daerah juga telah termasuk dalam bagian Pemilu. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 22E UUD 1945 dan Putusan MK 95/2022.
Sehingga, kata dia, secara konstitusional Pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda.
Di sisi lain, Rerie mengatakan jika putusan MK tersebut dilaksanakan maka hanya akan menimbulkan krisis atau deadlock constitutional, sebab akan bertentangan dengan ketentuan di Pasal 22E UUD 1945.
Lebih lanjut, NasDem menilai MK dalam kapasitas sebagai guardian of constitution tidak diberikan kewenangan untuk merubah norma dalam UUD.
Sehingga putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD diyakini melampaui masa pemilihan 5 tahun inkonstitusional dan bertentangan dengan pasal 22B UUD 1945.
"MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah)," tuturnya.
MK sebelumnya memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun dan 6 bulan.
Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6).
MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
(tfq/chri)