Jakarta, CNN Indonesia --
Konservasi Indonesia menyoroti penurunan populasi global hiu paus (Rhincodon typus) hingga 50 persen. Cara untuk menekan penurunan tersebut adalah mengurangi ancaman, salah satunya tabrakan dengan kapal.
Iqbal Herwata, Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, menyebut pemahaman pada pergerakan hiu paus merupakan kunci dalam menyelamatkan populasi mereka.
Dalam konteks konservasi, pemulihan populasi hiu paus bisa memakan waktu hingga satu abad, dan Indonesia berada di jalur penting migrasi spesies terancam punah ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka dari itu, mengetahui pergerakan mereka, kapan, ke mana mereka pergi, serta durasi singgah adalah kunci perlindungan yang efektif, termasuk mencegah tabrakan kapal yang menjadi salah satu ancaman utama.
"Berdasarkan kajian tagging hiu paus oleh peneliti global yang melibatkan Konservasi Indonesia, dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah PNAS-salah satu jurnal ilmiah terbuka bidang biologi, kombinasi data pergerakan satelit hiu paus dan aktivitas kapal menunjukkan bahwa 92 persen ruang gerak horizontal dan hampir 50 persen ruang vertikal yang digunakan hiu paus tumpang tindih dengan lalu lintas kapal besar," ujar Iqbal dalam keterangannya, Kamis (26/6).
"Studi tersebut juga menunjukkan bahwa estimasi risiko tabrakan berkorelasi erat dengan laporan kematian hiu paus akibat tabrakan kapal, menunjukkan tingkat mortalitas lebih tinggi di wilayah dengan tingkat tumpang tindih tertinggi," tambahnya.
Studi tersebut juga mensimulasikan mitigasi di habitat inti hiu paus di Teluk Meksiko. Langkah sederhana ini disebut efektif mengurangi risiko tabrakan dengan hiu paus tanpa membebani operasional kapal.
Pendekatan berbasis musim juga disebut sebagai kunci. Di wilayah-wilayah tertentu yang menjadi lokasi migrasi atau agregasi hiu paus, perlu diterapkan zona manajemen musiman dengan pembatasan kecepatan kapal maksimal 10 knot.
Bahkan, zona perlambatan temporer yang diberlakukan setelah deteksi keberadaan satwa, hingga pelarangan melintas di area penting saat musim agregasi, terbukti mampu mengurangi interaksi berisiko tinggi.
"Teknologi juga memegang peran penting dalam mitigasi ini, bahwa pemanfaatan buoy akustik (alat sensor suara), radar termal, serta platform deteksi real-time, memungkinkan pelacakan mamalia laut dan hiu paus secara harian," jelasnya.
"Dengan menggabungkan data tagging satelit dan sistem pelacakan kapal, kita bisa mengidentifikasi zona risiko tinggi dan memberi peringatan dini kepada operator kapal. Ini sangat penting untuk pencegahan tabrakan," lanjutnya.
Iqbal menjelaskan bahwa hiu paus adalah spesies kosmopolitan yang menghuni perairan tropis dan hangat di seluruh dunia, kecuali Laut Mediterania. Namun, penurunan populasinya secara global cukup mengkhawatirkan, dan tanpa intervensi serius, pemulihannya diperkirakan bisa memakan waktu hingga satu abad.
Indonesia merupakan jalur penting migrasi hiu paus kawasan Indo-Pasifik. Maka dari itu, perlindungan terhadap spesies ini kini menjadi prioritas mendesak.
Selain aspek ekologis, Iqbal juga menyoroti pentingnya perlindungan jalur migrasi hiu paus dari sudut pandang ekonomi biru yang berkelanjutan.
Ia menekankan bahwa spesies laut ini bukan hanya warisan alam, tetapi juga potensi ekonomi jangka panjang.
"Industri pariwisata hiu paus secara global kini bernilai lebih dari US$42 juta per tahun. Ini menunjukkan bahwa upaya menjaga mereka tetap hidup dan sehat bukan sekadar tanggung jawab konservasi, tetapi juga investasi bagi masa depan masyarakat pesisir dan sektor pariwisata Indonesia," jelas Iqbal.
Dalam upaya perlindungan hiu paus ini, Konservasi Indonesia bekerja sama dengan Pertamina International Shipping (PIS) sebagai unit usaha Pertamina yang bergerak di bidang industri perkapalan dan logistik maritim. Keduanya mendorong perlindungan koridor ekologis laut melalui kegiatan Edukasi Koridor Satwa Laut, yang melibatkan peningkatan literasi bagi 130 pelaut PIS yang digelar Rabu (25/6) di Jakarta.
Muhammad Irfan Zainul, Direktur Armada Pertamina International Shipping, menegaskan komitmen dunia industri perkapalan dan logistik maritim dalam upaya konservasi ini.
"Kami melihat bahwa keselamatan spesies besar laut seperti hiu paus bukan hanya tanggung jawab lembaga konservasi, tapi juga industri pelayaran. PIS mendukung pengembangan jalur pelayaran ramah satwa karena ini merupakan investasi strategis jangka panjang," kata Irfan.
(lom/dmi)