Jakarta, CNN Indonesia --
DKI Jakarta bersama 9 provinsi lain yang tergabung dalam Forum Kerja Sama Daerah - Mitra Praja Utama (FKD-MPU) mengikuti rapat gabungan dan diskusi bersama Kementerian Pariwisata (Kemenpar) guna membahas sejumlah isu strategis terkait pariwisata pada 20-21 Oktober di Sanur, Bali.
Dalam gelaran forum, masing-masing perwakilan dari daerah menyepakati kerja sama di berbagai bidang, termasuk menjadikan program pariwisata berkualitas dan berkelanjutan sebagai prioritas hingga 2029 mendatang. Hasil kerja sama ini akan menjadi acuan dalam aksi konkret selama lima tahun ke depan.
Selain DKI Jakarta, ke-9 provinsi lainnya adalah Lampung, Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pada forum ini, setiap provinsi menyusun perencanaan aksi tahunan dari masing-masing dinas terkait.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tenaga Ahli Utama Sekretaris Bersama Forum Kerja Sama Daerah, Hailul Khairi mengatakan, perencanaan sebagai upaya memperkuat sinergi lintas wilayah ini penting karena nantinya harus menyesuaikan dengan anggaran daerah.
"Penyusunan rencana aksi bersama akan memudahkan koordinasi lintas provinsi dan memastikan setiap kerja sama dapat diimplementasikan secara nyata di lapangan. Dalam forum ini, semua daerah memiliki kerja sama, baik bersamaan atau sekaligus 10 provinsi atau hanya 2-3 provinsi yang terlibat," kata Hailul di Sanur, Bali pada Selasa (21/10).
Hailul mengungkapkan, agenda diskusi ini sejalan dengan salah satu bidang yang menjadi perjanjian kerja sama antardaerah. Terdapat 6 agenda utama yang dibahas dalam diskusi bertema 'Inovasi dan Optimalisasi Pengelolaan Sektor Pariwisata', yakni ketahanan pangan, pariwisata, Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), kebencanaan, SPBE, serta keamanan dan ketertiban umum.
"Dengan adanya rapat gabungan tahun yang seluruh daerah yang terlibat menitikberatkan pada upaya konkretisasi hasil perjanjian kerja sama (PKS) yang selama ini belum diikuti dengan tindak lanjut di lapangan, termasuk di bidang pariwisata. Di bidang pariwisata ini juga sudah dibahas oleh Kementerian melalui diskusi ini, apa yang menjadi prioritas ke depannya," tutur Haikal.
Sementara, Asisten Deputi Management Strategis Kemenpar, I Gusti Ayu Dewi Hendriyani menyatakan, pihaknya telah memiliki garis besar terkait pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan di Indonesia hingga tahun 2045. Yang menjadi prioritas saat ini, adalah target hingga 2029 mendatang melalui sejumlah agenda yang diyakini dapat mempercepat upaya pencapaian.
"Dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2025-2029, pariwisata berkualitas dan berkelanjutan yang jadi prioritas," katanya.
Dalam rancangan itu, kata Dewi, sasaran pembangunan pariwisata ke depannya adalah meningkatkan nilai tambah dan daya saing. Sejumlah strategi pun dilaksanakan, mulai peningkatan kelembagaan dan tata kelola destinasi, peningkatan industri dan rantai pasok inklusif, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), hingga mendorong kesiapan destinasi meghadapi resiko, serta promosi yang berkelanjutan.
Pariwisata hijau juga disebut menjadi catatan, yang akan dimulai dengan pembangunan infrastruktur yang memadai.
"Masih ada upaya lain dalam meningkatkan daya saing ini. Seperti membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Ada juga wisata bahari yang mendukung ekonomi biru. Semua ini dilakukan untuk transformasi pariwisata berkelanjutan," katanya.
Guna mencapai target itu, Dewi berharap agar seluruh daerah dapat mulai bergerak mengembangkan SDA yang unggul dalam meningkatkan SDM dan komunitas pariwisata, disusul pengelolaan destinasi pariwisata dengan percepatan pengembangan pariwisata melalui kolaborasi dengan stakeholder terkait.
Kemudian, diikuti dengan penguatan ekosistem industri dan investasi, pemasaran dan promosi serta penyelenggaraan event berkelanjutan yang berkualitas.
"Kalau soal promosi, daerah harus gencar melakukannya. Baik itu melalui media sosial atau program lainnya. Selain itu, segmen pasar juga jadi perhatian. Harus wisatawan yang memiliki daya beli tinggi. Dengan demikian pengeluaran lebih banyak saat berlibur dan berdampak pada perputaran perekonomian di tengah masyarakat," pungkas Dewi.
(rea/rir)