Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami inflasi 2,65 persen secara tahunan alias year on year (yoy) pada September 2025.
Sementara itu, inflasi juga terjadi secara bulanan (mtm) sebesar 0,21 persen. Begitu pula inflasi 1,82 persen dalam tahun kalender atau year to date (ytd).
"Atau terjadi kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 108,51 pada Agustus 2025 menjadi 108,74 pada September 2025," kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPS mencatat inflasi tahunan 2,65 persen (yoy), utamanya didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mengalami inflasi 5 persen dengan andil 1,43 persen.
"Komoditas dengan andil inflasi terbesar pada kelompok ini adalah komoditas cabai merah. Komoditas lain di luar kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang juga memberikan andil inflasi dominan adalah emas perhiasan," katanya.
Sedangkan, kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi sebesar 0,38 persen. Andil inflasi dari kelompok ini adalah 0,11 persen.
Adapun komoditas yang dominan mendorong inflasi pada kelompok ini adalah cabai merah dan daging ayam ras yang memberikan andil inflasi masing-masing 0,13 persen
Lalu, komoditas yang juga menjadi penyumbang utama inflasi September 2025 secara bulanan adalah emas perhiasan dengan andil inflasi 0,08 persen.
"Kemudian sigaret kretek mesin (SKM) , biaya kuliah akademi perguruan tingi, cabai hijau, dan sigaret kredit tangan (SKT)" katanya.
Ia mengatakan 37 provinsi mengalami inflasi secara yoy, di mana paling tinggi ada di Sumatera Utara sebesar 5,32 persen.
Sedangkan deflasi hanya terjadi di Maluku Utara sebesar 0,4 persen.
(fby/dhf)