Seperempat Abad Perjalanan Menata Ruang Laut Nusantara

2 hours ago 2
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari dua pertiga wilayah nasional berupa laut, laut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Sekitar 60 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir dan bergantung pada laut.

Selain berada di jalur utama perdagangan dunia, Indonesia juga punya keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, menyimpan peluang ekonomi biru yang bersumber dari perikanan tangkap dan budidaya laut, pariwisata bahari, energi terbarukan, hingga potensi karbon biru yang penting bagi mitigasi perubahan iklim. Laut bukan hanya sumber pangan dan ekonomi, tetapi juga penyangga lingkungan dan masa depan pembangunan nasional.

Besarnya potensi tersebut belum sepenuhnya diimbangi dengan sistem penataan ruang laut yang tertata dan terintegrasi secara optimal. Dalam waktu yang cukup lama, pemanfaatan ruang laut sering kali bersifat sektoral, tumpang tindih, dan tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya itu, padatnya berbagai aktivitas dan kepentingan bertemu dalam ruang yang sama. Tanpa perencanaan yang jelas, kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik pemanfaatan ruang, ketimpangan akses, serta tekanan terhadap ekosistem pesisir dan laut.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Indonesia mengembangkan Marine Spatial Planning (MSP) atau penataan ruang laut. Secara sederhana, MSP berfungsi sebagai 'aturan main' yang mengatur "siapa boleh melakukan apa, di wilayah laut mana, dan pada waktu kapan" sehingga pemanfaatan laut dapat berlangsung tertib, adil, dan berkelanjutan.

Fase Pra-Penataan Ruang (Sebelum 1990-an)

Di masa ini laut masih dipandang terutama sebagai sumber ikan, jalur pelayaran, dan wilayah pertahanan. Pengelolaan sangat sektoral. Sektor perikanan, perhubungan, migas berjalan sendiri-sendiri dan belum ada konsep "tata ruang laut" sebagai satu kesatuan.

Terbitnya UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB) 1982 yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada 1985 memberikan dampak yang luar biasa bagi pengakuan wilayah laut Indonesia (laut teritorial, ZEE, landas kontinen) secara internasional, namun hal ini belum memberikan kesadaran pentingnya tata ruang laut karena berfokus pada kedaulatan dan batas wilayah.

Tonggak Kesadaran Penataan Ruang Laut Nasional (1999)

Kesadaran akan pentingnya pengelolaan laut sebagai ruang pembangunan mulai tumbuh sejak 1999, ditandai dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut yang menjadi fase awal pembelajaran dalam perjalanan penataan ruang laut di Indonesia.

Pada tahap ini pemerintah mulai mempelajari konsep MSP dengan mengirimkan delegasi ke luar negeri, melakukan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran nasional, serta menyusun rencana tata ruang laut untuk tujuan tertentu, seperti konservasi, pengembangan ekonomi kelautan, dan penanganan pascabencana.

Pemerintah juga mulai menyusun kebijakan, regulasi, dan kelembagaan dalam tata ruang laut Meskipun masih bersifat awal dan terbatas, fase ini menjadi tonggak kesadaran bagi pengembangan MSP di Indonesia.

KKPSebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari dua pertiga wilayah nasional berupa laut, laut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. (KKP)

Penguatan Kelembagaan dan Regulasi (2007)

Tahun 2007 pemerintah memperkuat kerangka kelembagaan dan regulasi, seiring meningkatnya kesadaran bahwa pemanfaatan ruang laut yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan konflik dan kerusakan lingkungan. Fase ini ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai dasar hukum awal bagi penataan ruang laut di Indonesia.

Pemerintah mulai merintis format dan substansi MSP di tingkat provinsi serta kabupaten/kota, mengaktualisasikan penataan ruang laut di daerah, dan menyusun dokumen akademik sebagai dasar penetapan MSP nasional. MSP mulai diposisikan sebagai alat untuk menyeimbangkan pemanfaatan dan perlindungan laut.

Fase Pengembangan Penataan Ruang Laut (2014)

Memasuki 2014, penataan ruang laut berkembang lebih terstruktur ditandai dengan disusunnya hierarki penataan ruang laut di tingkat regional hingga nasional. MSP diarahkan sebagai dasar pengambilan keputusan pemanfaatan ruang laut serta pijakan awal pengaturan perizinan secara lebih sistematis.

Penguatan fase ini ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007. Kedua regulasi ini mempertegas pentingnya penataan ruang laut dalam pembangunan nasional.

KKPLaut Indonesia menyimpan peluang ekonomi biru yang bersumber dari perikanan tangkap dan budidaya laut, pariwisata bahari, energi terbarukan, hingga potensi karbon biru yang penting bagi mitigasi perubahan iklim.(Dok. KKP).

Pemantapan Tata Ruang Laut Nasional (2019)

Upaya penataan ruang laut nasional makin kuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut Nasional. Regulasi ini menjadi acuan nasional dalam pemanfaatan ruang laut dan memberikan kepastian hukum bagi berbagai kegiatan lintas sektor dan wilayah.

Dengan adanya rencana tata ruang laut nasional, penataan ruang laut tidak lagi berjalan secara parsial, namun mulai terkoordinasi dalam satu kerangka kebijakan nasional.

Penataan Ruang Laut yang Terintegrasi (2020-2024)

Periode 2020-2024 menandai fase implementasi penataan ruang laut yang semakin terintegrasi. Pemerintah menegaskan laut dan darat merupakan satu kesatuan ruang yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas di darat berdampak langsung pada laut, dan sebaliknya.

Melalui Undang-Undang Cipta Kerja, pemerintah memperkuat integrasi penataan ruang darat dan laut, prosedur perizinan pemanfaatan ruang laut, serta penerapan sistem perizinan berbasis Online Single Submission (OSS) dan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Selain itu, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang laut juga semakin diperkuat.

MSP tidak lagi hanya menjadi dokumen perencanaan, tetapi alat kendali dalam pemanfaatan ruang laut yang tertib, transparan, dan berkelanjutan.

KKPPotensi besar di laut itu harus dijaga pemanfaatannya supaya bisa memberikan manfaat yang berkelanjutan. Salah satu penjagaan dilakukan terhadap pemanfaatan ruang laut yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Dok KKP).

Penataan Ruang Laut sebagai Fondasi Ekonomi Biru (2025)

Tahun 2025 menjadi fase penting dalam perjalanan 25 tahun MSP Indonesia. Pemerintah membentuk Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut (Ditjen PRL) di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai bentuk penguatan kelembagaan yang lebih fokus dalam menata ruang laut sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Ditjen PRL hadir untuk memastikan penataan ruang laut dilaksanakan secara menyeluruh mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pembinaan, hingga pengendalian pemanfaatan ruang laut serta dukungan pengawasan bersama seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat. Lewat kelembagaan ini, penataan ruang laut tidak hanya diarahkan untuk mencegah konflik dan kerusakan lingkungan, tetapi juga untuk mendorong kepastian hukum, iklim investasi yang sehat, serta keberlanjutan ekosistem laut.

Penataan ruang laut mengintegrasikan pendekatan baru seperti isu perubahan iklim dan neraca sumber daya laut, digitalisasi penataan ruang laut, serta pengembangan MSP rinci dan tematik, termasuk blue carbon. Semua upaya ini memperkuat peran MSP sebagai fondasi utama implementasi Ekonomi Biru.

Masa Depan Tata Ruang Laut Indonesia

Setelah 25 tahun perjalanan, MSP Indonesia telah berkembang dari tahap pembelajaran menuju sistem penataan ruang laut yang semakin matang. MSP kini menjadi dasar penting dalam menjaga keseimbangan antara pemanfaatan potensi laut dan perlindungan ekosistem, sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat pesisir.

Ke depan, penataan ruang laut akan terus menjadi kunci dalam mewujudkan laut yang sehat, ekonomi yang kuat, dan masa depan Indonesia yang berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.

KKPPenataan diharapkan bisa menjaga keseimbangan antara pemanfaatan potensi laut dan perlindungan ekosistem, sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat pesisir dan bangsa. (Dok. KKP)

Read Entire Article
| | | |