Trump Somasi CNN-New York Times Buntut Berita soal Iran-Israel

6 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Amerika Serikat Donald Trump melayangkan surat somasi kepada kantor berita CNN dan New York Times buntut laporan mengenai perang Iran vs Israel.

CNN melaporkan Trump telah meminta seorang pengacara untuk mengirimkan surat somasi ke pihaknya dan New York Times, menuntut dicabutnya pemberitaan mengenai perang Israel vs Iran.

Surat somasi Trump ini dilayangkan menyusul pemberitaan CNN dan New York Times mengenai laporan intelijen Amerika Serikat soal kerusakan di situs-situs nuklir Iran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

CNN dan New York Times pada 24 Juni melaporkan penilaian awal intelijen oleh Komando Pusat AS (CENTCOM) yang menyatakan serangan AS ke fasilitas nuklir Iran pada 22 Juni tidak menghancurkan inti program nuklir Teheran, seperti yang diklaim Trump.

Mendengar laporan ini, Trump marah dan menuduh CNN dan New York Times menulis berita palsu.

"SITUS-SITUS NUKLIR IRAN SUDAH BENAR-BENAR HANCUR!" kata Trump dalam unggahan di Truth Social, seperti dikutip AFP.

Laporan intelijen itu sendiri sudah dikonfirmasi oleh sejumlah pejabat pemerintah AS. Kendati begitu, mereka menyebut informasi intelijen tersebut tidak begitu meyakinkan dan bahwa kebocoran informasi itu sengaja dilakukan untuk mengolok Trump.

Trump sementara itu telah meminta agar semua pihak yang membocorkan laporan intelijen segera diproses hukum.

Pada Rabu (25/6), Trump juga mengeluarkan seruan yang amat pribadi kepada jurnalis kedua kantor berita yang mendesak pemecatan mereka.

Pada Kamis (26/6), juru bicara CNN menyatakan bahwa pihaknya membantah klaim yang dituduhkan Trump di dalam surat somasi.

CNN juga menegaskan pihaknya 100 persen mendukung para jurnalisnya dan bahwa laporan yang mereka buat semata-mata demi kepentingan publik.

New York Times, di sisi lain, juga telah menyampaikan pernyataan serupa melalui pengacaranya, David E. McCraw. McCraw menyatakan rakyat AS memiliki hak untuk mengetahui informasi apa pun yang melibatkan uang mereka.

"Publik Amerika punya hak untuk mengetahui apakah serangan [AS] terhadap Iran, yang didanai oleh uang para pembayar pajak dan berdampak besar bagi setiap warga negara, berhasil atau tidak," tulis McCraw.

"Kita mengandalkan badan intelijen kita untuk memberikan penilaian yang tidak memihak dan kita semua butuhkan dalam demokrasi untuk menilai kebijakan luar negeri negara kita dan kualitas keputusan para pemimpin kita," lanjutnya.

Seiring dengan itu, McCraw pun menegaskan bahwa New York Times tak akan mencabut berita yang telah dipublikasi dan tak akan minta maaf atas pemberitaan yang akurat tersebut.

McCraw menekankan bukan langkah bertanggung jawab bagi sebuah kantor berita untuk menyembunyikan informasi maupun mengabaikan hak publik untuk tahu.

"Dan akan lebih tidak bertanggung jawab lagi bagi seorang presiden untuk menggunakan ancaman litigasi pencemaran nama baik untuk mencoba membungkam sebuah publikasi yang berani melaporkan bahwa para ahli intelijen yang terlatih, profesional, dan patriotik yang dipekerjakan oleh pemerintah AS mengira bahwa Presiden mungkin telah salah dalam pernyataan awalnya kepada negara," pungkas McCraw.

Trump memiliki sejarah panjang melakukan litigasi dalam karier bisnisnya. Ia kerap mengancam untuk menuntut sejumlah pihak, namun berujung tidak ditindaklanjuti.

Tahun lalu, Trump sempat menjadikan beberapa outlet media besar termasuk CBS News sebagai bulan-bulanan karena mewawancara Wakil Presiden Kamala Harris saat pemilu. Beberapa ahli Amandemen Pertama pun mengecam Trump karena menggunakan ancaman hukum untuk mengintimidasi ruang redaksi.

(blq/dna)

Read Entire Article
| | | |