Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah akan memungut pajak sebesar 0,5 persen dari pendapatan bagi para pedagang yang berjualan melalui platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, Lazada, dan lainnya.
Sumber Reuters mengatakan kebijakan ini merupakan upaya menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pelaku usaha konvensional dan digital.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut fakta-fakta wacana pemerintah pungut pajak pedagang online:
- Omset Rp500 juta sampai Rp4,8 miliar
Kebijakan pungutan pajak ini menyasar pelaku usaha dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Rencana pemajakan itu akan dituangkan dalam peraturan baru yang akan diterbitkan secepatnya bulan depan.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu mengatakan UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dipungut pajak.
"Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku," kata DJP lewat pernyataan resmi, Kamis (26/6).
- Pajak pelapak dikumpulkan platform e-commerce
Sumber Reuters mengatakan pajak pelapak nantinya harus dikumpulkan oleh platform e-commerce. Bagi e-commerce yang tak memungut dan telat melaporkan tugas pemungutan pajak bagi pelapak mereka akan didenda.
Sementara itu, DJP mengatakan ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
"Saat ini, peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah," kata DJP.
- Sudah dibahas lama
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengaku Kemendag dilibatkan dalam pembahasan rencana pungutan pajak oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Namun, keterlibatan itu berlangsung pada awal proses pembahasan. Ia tak merinci pasti sejak kapan aturan itu mulai digodok pemerintah.
"Awal-awal (Kemendag dilibatkan), kan prosesnya itu lama. Proses pembahasannya kan sudah lama (pajak pedagang online)," ungkap Budi usai Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dengan Global Australia Halal Certification di Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (26/6).
- E-commerce minta pemerintah hati-hati
Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) meminta pemerintah berhati-hati mewajibkan e-commerce menarik pajak kepada para pedagang online di marketplace.
Sekretaris Jenderal idEA Budi Primawan meyakini keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada pendekatan yang kolaboratif, terencana, dan inklusif. Hal itu perlu diperhatikan agar tidak justru mengganggu pertumbuhan ekosistem digital nasional.
"Dari sisi asosiasi, idEA mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara hati-hati dan bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan para pelaku UMKM, kesiapan infrastruktur baik di sisi platform maupun pemerintah, serta pentingnya sosialisasi yang luas dan komprehensif kepada masyarakat," kata Budi melalui keterangan tertulis, Rabu (25/6).
Budi hanya memberi catatan agar pemerintah mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap jutaan pedagang. Asosiasi berharap ruang tumbuh bagi pelaku usaha kecil dan menengah tidak terhambat dengan penerapan aturan ini.
"Karena itu, penting bagi kami sebagai ekosistem untuk memastikan kesiapan sistem, dukungan teknis, serta komunikasi yang memadai kepada para seller," ucapnya.
(fby/pta)