Kasus ISPA di RS Bandung Melonjak

15 hours ago 5

Bandung, CNN Indonesia --

Kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) karena influenza di Rumah Sakit Paru Dr. H.A. Rotinsulu Bandung menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir.

Hal ini diungkapkan oleh dr. Reza Kurniawan Tanuwihardja, Sp.P(K)., FCCP., FISR, Dokter Spesialis Paru Konsultan Intervensi dan Gawat Nafas di rumah sakit tersebut.

Menurut dr. Reza, peningkatan kasus ISPA terjadi baik secara nasional maupun di tingkat rumah sakit rujukan. Berdasarkan data survei umum, kenaikan kasus ISPA diperkirakan mencapai 34 hingga 38 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, untuk di RS Paru Rotinsulu sendiri, peningkatan tersebut memiliki karakteristik berbeda karena rumah sakit ini merupakan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan tingkat tiga (PPK 3) untuk pasien BPJS.

"Memang terjadi peningkatan secara kasus kalau berdasarkan data survei, itu mencapai sekitar 34-38 persen secara general. Tapi untuk di rumah sakit paru Rotinsulu sendiri karena kita adalah PPK 3, pasien yang datang umumnya adalah pasien dengan kondisi kompleks, yang sudah mengalami komplikasi dari infeksi saluran pernapasan atas," ujar dr. Reza, kepada CNN Indonesia, melalui sambungan telepon, Sabtu (18/10).

Ia menjelaskan peningkatan kasus ISPA di RS Paru Rotinsulu tidak hanya terjadi di poli reguler, tetapi juga di poli eksekutif. Pasien yang datang ke poli eksekutif umumnya datang dengan keluhan ISPA ringan, sedangkan pasien di poli reguler BPJS biasanya sudah mengalami komplikasi, seperti pneumonia atau gangguan pernapasan yang lebih berat.

"Kalau untuk ke poli eksekutif sendiri, memang karena ISPA-nya. Tapi untuk ke poli reguler BPJS itu karena komplikasinya," tambahnya.

Terkait dengan gejala dan perawatan, dr. Reza menegaskan bahwa pasien dengan infeksi saluran pernapasan atas yang masih ringan biasanya cukup diberikan perawatan rawat jalan. Penyakit ISPA yang disebabkan oleh virus umumnya merupakan self-limiting disease yang dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu sekitar tujuh hingga sepuluh hari.

Namun, jika pasien menunjukkan tanda-tanda perburukan seperti sesak napas, sulit makan dan minum, atau mengalami komplikasi akibat penyakit penyerta seperti asma atau penyakit paru kronis, maka diperlukan perawatan lebih lanjut di rumah sakit.

"Apabila masih dalam kategori ringan, kami berikan pengobatan rawat jalan. Tapi apabila terjadi komplikasi, misalnya pasien mengalami pneumonia, sesak napas, atau memiliki penyakit penyerta yang memperburuk kondisi, maka pasien perlu dirawat inap," jelasnya.

Mengenai penyebab pasti peningkatan ISPA, dr. Reza menyampaikan bahwa pihak rumah sakit saat ini belum memiliki data etiologi atau penyebab spesifik. Hal ini karena untuk mengetahui penyebab pasti, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan metode syndromic respiratory yang melibatkan uji swab terhadap pasien.

"Kami belum punya data penyebab yang secara pasti karena harus melakukan swab. Dengan pemeriksaan itu baru bisa diketahui etiologi yang jelas," katanya.

Ketika ditanya apakah peningkatan kasus ISPA ini juga berpengaruh terhadap angka kematian, dr. Reza menjelaskan bahwa belum ada data resmi yang mencatat adanya peningkatan kematian akibat ISPA di RS Paru Rotinsulu. Namun, ia membenarkan bahwa jumlah pasien rawat inap dengan gejala ISPA berat dan komplikasi memang meningkat.

"Untuk angka kematian, kami tidak punya datanya. Tapi jumlah pasien yang dirawat inap karena ISPA dan komplikasinya meningkat, terutama pasien dengan asma atau usia lanjut," ujarnya.

dr. Reza juga menanggapi isu mengenai penyebaran influenza A yang belakangan dilaporkan meningkat di beberapa daerah. Ia menyebut bahwa pola penyebaran influenza A dan COVID-19 sebenarnya serupa karena keduanya disebabkan oleh virus dan sama-sama dapat menimbulkan pneumonia.

"Penyebarannya hampir sama karena dua-duanya virus. Jadi untuk pencegahan, idealnya tetap menggunakan alat pelindung diri, terutama masker jenis N95, agar lebih efektif memutus rantai penularan," jelasnya.

Mengenai kebijakan pemerintah, dr. Reza mengatakan bahwa belum ada instruksi khusus dari Kementerian Kesehatan kepada RS Paru Rotinsulu terkait peningkatan kasus influenza maupun ISPA.

Namun, Kemenkes telah memberikan arahan secara umum kepada sekitar 40 rumah sakit vertikal di Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan, memperkuat sistem pencegahan, dan memastikan kesiapan fasilitas dalam menghadapi lonjakan pasien pernapasan.

"Instruksi langsung memang tidak ada, tapi kami diminta untuk lebih siap dan waspada, termasuk dalam penggunaan APD dan protokol penanganan pasien pernapasan," ujarnya.

Walau angka kejadian meningkat, dr. Reza menegaskan bahwa tingkat keparahan penyakit kali ini tidak separah masa pandemi COVID-19. Menurutnya, sebagian besar kasus masih tergolong ringan hingga sedang dan dapat ditangani dengan rawat jalan.

"Syukur alhamdulillah, walaupun terjadi peningkatan, keparahan penyakitnya tidak seperti waktu COVID-19," tuturnya.

dr. Reza memberikan imbauan kepada masyarakat agar tetap waspada terhadap penularan penyakit saluran pernapasan, terutama di tempat umum.

Ia menyarankan agar masyarakat kembali membiasakan diri memakai masker, menjaga daya tahan tubuh dengan berolahraga dan mengonsumsi vitamin, serta melakukan vaksinasi influenza.

"Kalau bisa kita kembali menggunakan masker, menjaga kesehatan, minum vitamin, olahraga, dan vaksinasi influenza. Vaksin ini bisa dari Bio Farma atau dari impor, keduanya efektif melindungi dari virus influenza," pesannya.

(csr/agt)

Read Entire Article
| | | |