Perang Dagang AS-Cina Momentum Penguatan Hubungan RI-Korsel

3 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Perang dagang antara China dan Amerika Serikat dinilai bisa  menjadi momentum Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) mempererat hubungan diplomatiknya.

Peneliti Overseas Economic Research Institute di Export-Import Bank of Korea Jihyouk Lee mengatakan meningkatnya rivalitas antara AS dengan Cina ikut berdampak pada tarif impor dan rantai pasok yang berpotensi mengalami perubahan.

"Bagi Korea dan Indonesia, ini adalah momen untuk beralih dari kesepakatan sekali waktu ke strategi jangka panjang," kata Lee dalam diskusi Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bertajuk Apec at the Crossroads: Building Bridges for Regional Growth, Senin (13/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lee menyampaikan kondisi global saat ini sangat dinamis dan penuh dengan ketidakpastian.

Dalam kondisi ini pemerintah dan pelaku usaha pun dituntut untuk adaptif agar tetap bisa kompetitif. Tak terkecuali bagi Indonesia dan Korea Selatan.

"Alih-alih bersekutu dengan satu blok tertentu, kita perlu menjaga kebebasan untuk bekerjasama dengan banyak mitra. Slogan diplomasi Indonesia adalah bebas dan aktif. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu negara terkemuka yang menjalankan gerakan non-blok," ucap dia.

Lee pun melihat sejumlah peluang yang cukup menjanjikan yang bisa menjadi potensi kerjasama antara Indonesia dengan Korea ke depan.

Ia mencontohkan seperti industri kendaraan bertenaga listrik (EV), mineral penting, industri pertahanan, hingga Carbon Capture and Storage (CCS).

Ia pun berpendapat dari segi ini, Korea dan Indonesia akan saling melengkapi, Korea memiliki teknologi yang cukup mumpuni di satu sisi, dan Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat potensial di sisi lain.

"Dengan menggabungkan teknologi dan modal Korea dengan sumber daya dan potensi industri di Indonesia, kita dapat beralih dari proyek-proyek terisolasi ke peta jalan strategi bersama untuk pertumbuhan regional," ujarnya.

Lee juga menyampaikan saat ini Indonesia merupakan salah satu mitra terdekat Korea Selatan pada program Economic Development Cooperation Fund (EDCF).

EDCF didirikan pertama kali pada 1987 sebagai lembaga khusus yang didanai Pemerintah Korea Selatan dengan tujuan memberikan kontribusi terhadap stabilitas ekonomi dan pembangunan industri negara yang sedang berkembang serta untuk meningkatkan kerjasama.

"Pada 2021, kami meningkatkan batas pinjaman menjadi US$1,5 miliar untuk 2022-2026, dengan fokus pada energi hijau, transformasi digital, dan layanan kesehatan, yang merupakan sektor-sektor kunci dalam tujuan pembangunan Indonesia," ucapnya.

Pada saat yang sama, Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal di Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Tirta Nugraha Mursita menyampaikan Korea Selatan merupakan salah mitra strategis RI dalam sektor investasi.

Ia menyebut Korea menempati posisi ke-7 sebagai negara dengan total foreign direct investment (FDI) terbesar di Indonesia.

"Investasi Korea telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian Indonesia," ucap Tirta.

Tirta menjelaskan realisasi investasi Korea di Indonesia pada 2020 hingga 2024 menyentuh US$11,3 miliar atau sekitar Rp185 triliun.

Ia menjabarkan angka itu memang sempat menurun pada 2021, namun kembali melonjak pada 2022 hingga 2024 kemarin.

"Meskipun Korea berada di peringkat ke-7. Tetapi mereka berinvestasi di bidang listrik, gas, air, otomotif, mesin, dan elektronik. Dan fokus pada industri di hilir. Artinya, mereka tidak hanya membawa uang, tetapi juga [Transfer] teknologi, kompetensi," ucapnya.

Ia pun menyebut nilai investasi perusahaan Korea Selatan di Indonesia hampir berada di seluruh sektor.

Salah satunya, ia menyebut banyak perusahaan Korea yang terlibat dalam proyek ekosistem industri kendaraan bertenaga listrik alias EV di Indonesia.

Tirta pun mengakui masih cukup banyak pekerjaan rumah pemerintah jika ingin meningkatkan lagi angka investasi dari luar negeri ke Indonesia.

Ia menyebut pemerintah harus membangun infrastruktur yang memadai, khususnya di sejumlah wilayah di Indonesia.

"Kita perlu membangun kembali infrastruktur yang memadai di Sumatra, Kalimantan, Papua, Maluku, dan wilayah lain di negara kita," ujar dia.

[Gambas:Video CNN]

(mnf/sfr)

Read Entire Article
| | | |