Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengungkapkan banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra tidak berdampak signifikan terhadap produksi pangan nasional.
Ia mengatakan luasan lahan sawah yang terdampak masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan total luas baku sawah nasional.
"Enggak terlalu berpengaruh ya, karena memang itu tadi (lahan sawah) yang terdampak kan, saya tidak mengatakan 40 ribu hektare itu kecil ya. Tapi maksud saya kalau saya katakan hanya 40 ribu itu karena saya bandingkan dengan total luasan baku sawah se-Indonesia itu 7,3 juta ha, jadi kecil," ujar Sudaryono di Kantor Kementan, Jakarta Selatan, Rabu (10/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan di tiga provinsi yang terdampak memang terjadi sedikit penurunan luas tambah tanam (LTT) dibandingkan periode tahun lalu. Namun secara nasional, aktivitas tanam masih berada pada level tinggi sehingga tidak mengganggu proyeksi produksi secara keseluruhan.
Ia juga menerangkan pencatatan hasil panen secara resmi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sementara Kementerian Pertanian mencatat luas tanam sebagai dasar proyeksi produksi beberapa bulan ke depan.
"Kita itu mencatat yang kita tanam. Jadi berapa luas yang kita tanam kita catat. Jadi kalau bulan Desember kita menanam lebih banyak, maka di bulan Februari-Maret, maka panennya akan lebih banyak. Jadi kami ini sudah bisa memprediksi kira-kira kalau ditanam sekian juta hektare, maka panennya akan berapa, kita sudah bisa melihat produksi itu," katanya.
Terkait dampak langsung bencana, Sudaryono menyebut laporan yang diterima hingga saat ini menunjukkan sekitar 40 ribu hektare lahan terdampak di tiga provinsi. Namun, tidak seluruh lahan tersebut mengalami gagal panen.
Dari total itu, lahan yang benar-benar puso atau gagal panen berada di kisaran 4.500 hingga 5.000 hektare. Ia menjelaskan kategori terdampak tidak selalu berarti gagal panen karena sebagian lahan hanya mengalami genangan sementara atau terhambat aksesnya.
"Jadi terdampak itu kan enggak harus kemudian gagal panen semua. Terdampak itu misalnya karena jalannya putus, karena tergenang sedikit, tapi tidak gagal panen. Nah, yang puso gagal panen itu ternyata sampai sejauh ini ada 4.500 sampai 5.000 hektare di tiga provinsi," ujarnya.
Lahan yang mengalami puso menjadi prioritas utama penanganan karena petani sudah berada di fase menjelang panen dan berpotensi kehilangan hasil produksi.
"Yang jelas, yang terdampak kami hitung, mana-mana yang puso. Yang puso itu yang kira-kira saya kira paling prioritas karena orang sudah mau panen, gagal panen. Puso itu yang harus kita antisipasi," ujarnya.
Untuk pemulihan pascabencana, pemerintah menyiapkan langkah rekonstruksi sektor pertanian dengan menyiapkan bantuan benih dan alat mesin pertanian agar lahan yang terdampak bisa segera kembali diolah. Tujuannya agar petani dapat kembali berproduksi tanpa tertinggal terlalu lama secara ekonomi.
"Fokus kami nanti adalah rekonstruksi pasca bencana di sektor pertanian, apakah kita kasih benih gratis, kemudian bantuan alat mesin pertanian supaya cepat mengolah lagi," ujar Sudaryono.
Sebanyak 38.878 hektare lahan pertanian di Sumatera Utara terdampak banjir bandang dan longsor di sejumlah kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, per 6 Desember, sekitar 5.570 hektare mengalami gagal panen dengan estimasi kerugian petani mencapai Rp1,132 triliun.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumut Timur Tumanggor menyebut lahan terdampak mencakup padi, jagung, ubi kayu, hortikultura, serta jaringan irigasi.
(del/sfr)
















































