CNN Indonesia
Senin, 14 Jul 2025 14:32 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap alasan belum mengeluarkan permohonan Daftar Pencarian Orang (DPO) juga ekstradisi terhadap bos minyak Riza Chalid.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan hal itu dikarenakan penyidik ingin lebih dahulu memanggil Riza Chalid untuk diperiksa sebagai tersangka lewat mekanisme yang ada.
Ia menjelaskan surat DPO, Red Notice atapun ekstradisi tidak bisa dikeluarkan penyidik apabila yang bersangkutan belum pernah dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka.
"Karena statusnya sudah tersangka, maka langkah awal yang harus dilakukan penyidik melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan dalam statusnya sebagai tersangka," ujarnya kepada wartawan di Kejagung, Senin (14/7).
"Mana kala yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan, baru dilakukan langkah-langkah hukum selanjutnya. Jadi tidak bisa serta-merta misalnya dinyatakan DPO atau melakukan permintaan ekstradisi," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Harli mengatakan saat ini penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus akan segera melayangkan panggilan pemeriksaan terhadap Riza Chalid.
Apabila yang bersangkutan kembali mangkir dari panggilan penyidik, kata dia, barulah upaya hukum paksa berupa penerbitan DPO ataupun Red Notice hingga ekstradisi akan ditempuh.
Kendati demikian, Harli menyebut penyidik telah melakukan pencekalan terhadap Riza di kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023.
"Supaya pihak imigrasi bisa melakukan monitoring terhadap lalu lintas perjalanan orang yang sudah dimintai pencekalan dan itu sekarang sedang berproses," tuturnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 18 tersangka. Belasan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga dan Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Selain itu, Kejagung juga menetapkan saudagar minyak Mohammad Riza Chalid selaku Beneficial Owner dari PT Orbit Terminal Merak (OTM) dan anaknya Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Kejagung menyebut total kerugian negara dalam perkara korupsi tersebut mencapai Rp285 triliun yang terdiri dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
(tfq/isn)