Beda Dedi Mulyadi dan Pramono Anung Tangani Anak Nakal

3 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menunjukkan pendekatan berbeda dalam menangani siswa nakal dibanding Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Dedi Mulyadi memilih jalan disiplin ketat ala militer dengan melibatkan TNI dan Polri, sementara Pram mengedepankan pendekatan sosial dan kultural.

Dedi Mulyadi, sejak Mei 2025, mulai mengirimkan siswa nakal ke barak militer sebagai bentuk pendidikan karakter. Dedi meyakini metode ini dapat membentuk kedisiplinan, memperbaiki mental, hingga memperkuat fisik siswa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dedi, kebijakan tersebut diambil karena semakin banyak orang tua dan guru yang merasa tak sanggup menangani perilaku anak-anak.

"Banyak orang tua yang hari ini tidak punya kesanggupan lagi menghadapi anaknya. Banyak guru yang tidak punya kesanggupan untuk menghadapi murid-muridnya," ujar Dedi usai menghadiri rapat kerja di DPR, Selasa (29/4).

Sementara itu Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman menyebut total pelajar yang mengikuti program militer bersama Kodam III Siliwangi TNI AD kini berjumlah 274 siswa yang terdiri dari siswa SMA dan SMK.

"Ada 274 yang saat ini tengah mengikuti pendidikan karakter kerja sama Pemprov Jabar dengan TNI AD," ujar Sekda Jabar Herman Suryatman, lewat rilis, Kamis (8/5).

"Pendidikan karakter ini kemudian akan dituntaskan melalui pembelajaran dengan menghadirkan guru kunjung," tambahnya.

Pendekatan Dedi ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Sebagian terutama dari masyarakat sipil menilai pendidikan ala militer dinilai tak menyelesaikan masalah kenakalan remaja, dan hanya memperluas peran TNI di ranah sipil.

Pendekatan sosial

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak bakal meniru pendidikan militer ala Dedi Mulyadi. Gubernur DKI Pramono Anung memilih pendekatan yang lebih persuasif dan berbasis komunitas, terutama dalam menangani tawuran.

Staf Khusus Gubernur Bidang Komunikasi Publik DKI, Chico Hakim, menyebut pihaknya lebih memilih mengaktifkan balai rakyat, GOR, taman, hingga perpustakaan sebagai ruang ekspresi positif bagi anak muda.

"Kita tahu salah satu penyebab utama dari kenakalan anak atau remaja karena energi anak atau remaja tidak dapat tersalurkan di kegiatan positif karena keterbatasan ruang," ujar Chico saat dihubungi, Selasa (13/6).

Ia meyakini bahwa pembinaan bisa dilakukan melalui sinergi lintas instansi dalam menyediakan ruang dan aktivitas produktif. Namun Chico menegaskan, jika perilaku siswa sudah mengarah pada tindak pidana, pihaknya akan memproses secara hukum.

Salah satu pendekatan sosial kultural yang ditempuh Pram adalah menginisiasi program 'Manggarai Berselawat' untuk mengatasi maraknya tawuran di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan.

Program ini menyasar anak-anak muda yang kerap terlibat bentrok dengan pendekatan keagamaan dan kultural.

"Saya akan undang kelompok-kelompok yang bertikai di sana. Duduk bareng, kita cari tahu apa akar masalahnya. Nggak bisa hanya menyalahkan saja," kata Pram di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (13/5) seperti diberitakan Detikcom.

Program ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh agama, majelis taklim, dan stakeholder lainnya dengan harapan dapat meredam konflik dengan membangun dialog dan kesadaran kolektif. Menurut Pram, pendekatan represif bukanlah solusi utama.

Alasan Pram menginisiasi 'Manggarai Berselawat' karena mayoritas warga Manggarai, kata dia, adalah muslim, rajin salat.

"Nah ini kita luruskan bersama-sama, dengan pendekatan keagamaan," ujarnya.

Dimulai di wilayah Manggarai, program ini juga akan diberlakukan di wilayah lain.

Tawuran kerap terjadi di beberapa wilayah di Jakarta. Manggarai salah satunya. Wilayah lain yang kerap terjadi tawuran antarkelompok adalah Tebet, Jatinegara hingga wilayah Senen, Jakarta Pusat.

(fra/kay/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |