Jakarta, CNN Indonesia --
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang juga Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubowono X berterus terang soal suksesi Keraton Yogyakarta dan peran perempuan dalam proses regenerasinya.
Pernyataan ini disampaikan dalam acara Forum Sambung Rasa Kebangsaan di Gedung Sasono Hinggil Dwi Abad, Keraton Yogyakarta Minggu (26/10).
Sultan menegaskan bahwa perempuan memiliki peluang untuk terlibat dalam suksesi kepemimpinan keraton. Ia menyebut bahwa zaman telah berubah dan tradisi patriarkis leluhur seharusnya tidak membatasi perempuan untuk mengambil peran penting.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Republik tidak membedakan laki-laki sama perempuan, kenapa saya membedakan? Kan saya tidak konsisten. Zaman sudah berubah, itu (tradisi patriarkis) kan leluhur saya. Lho, saya kan menjadi bagian dari republik, ya harus tunduk pada undang-undang republik," kata Sultan.
Sri Sultan Hamengkubowono X memang tidak memiliki putra, melainkan lima anak perempuan. Berikut profil kelima anak Sultan:
1. GRAj Nurmalita Sari/GKR Pembayun/GKR Mangkubumi
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, yang sebelumnya dikenal dengan nama Gusti Raden Ajeng (GRA) Nurmalitasari, adalah putri sulung dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas.
Lahir pada 24 Februari 1972 di Bogor, Jawa Barat, GKR Mangkubumi dibesarkan dalam lingkungan Keraton Yogyakarta yang kental dengan nilai-nilai budaya Jawa.
Ia menempuh pendidikan di SMA Bokpri 1 Yogyakarta, kemudian melanjutkan studi di Singapura dan Amerika Serikat. Ia menempuh pendidikan tinggi di Griffith University, Brisbane, Australia, dengan gelar Bachelor Degree di bidang Retail Management.
Pada 5 Mei 2015, Sultan HB X secara resmi menetapkan GKR Mangkubumi sebagai Putri Mahkota Keraton Yogyakarta. Dengan gelar lengkap Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawana Langgeng ing Mataram, ia menjadi pewaris tahta perempuan pertama dalam sejarah Keraton Yogyakarta.
Sebagai Lurah Putri, GKR Mangkubumi memimpin Abdi Dalem keparak (perempuan) dan Sentana Dalem putri, serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan upacara adat seperti Tumpak Wajik dan Peksi Burak.
Selain aktif dalam bidang budaya, GKR Mangkubumi juga peduli terhadap pelestarian alam. Ia mendirikan Pusat Konservasi Satwa Yogyakarta (PPSJ) untuk melindungi satwa liar, khususnya orang utan dan elang Jawa.
Ia bekerja sama dengan berbagai organisasi non-pemerintah dan sektor swasta dari Luxembourg dalam upaya konservasi ini. Di bidang pendidikan, ia juga aktif dalam mendukung gerakan Pramuka dan pengembangan kepemimpinan di kalangan pemuda.
Pada 28 Mei 2002, GKR Mangkubumi menikah dengan Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro, seorang pengusaha dan filantropis. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua orang anak: Raden Ajeng Artie Ayya Fatimasari dan Raden Mas Drasthya Wironegoro.
2. GRAj Nurmagupita/GKR Condrokirono
Gusti Kanjeng Ratu Condrokirono, yang lahir dengan nama Raden Ajeng Nurmagupita pada 2 Februari 1975 di Yogyakarta, merupakan putri kedua dari pasangan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas.
Sebagai anggota keluarga Keraton Yogyakarta, ia memiliki peran penting dalam menjaga dan melestarikan tradisi serta budaya Jawa.
GKR Condrokirono menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura, yang berfungsi sebagai sekretariat negara Keraton Yogyakarta.
Dalam peran ini, ia bertanggung jawab atas komunikasi antara keraton dan pihak luar, memastikan bahwa semua surat dan korespondensi diterima dan didistribusikan dengan tepat.
Sebagai manajer utama, GKR Condrokirono harus mengetahui semua hal yang terjadi di keraton untuk dapat melaporkan secara utuh kepada Ngarsa Dalem.
Selain tugas administratif, GKR Condrokirono juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya. Ia terlibat dalam Lembaga Sosial Masyarakat Rekso Dyah Utami dan berperan sebagai pengawas di Lembaga Perlindungan Anak.


















































