Kadin Institute: Ekonomi Indonesia Kuat di Tengah Perang Dagang Dunia

7 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Direktur Eksekutif Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Institute, Mulya Amri menilai bahwa perekonomian Indonesia bangkit dan semakin kuat di tengah guliran perang dagang internasional.

Mulya menyampaikan, kesimpulan itu ditariknya setidaknya dari tiga kabar. Pertama, kemunculan Indonesia sebagai bintang di pasar saham dunia. Sejak 8 April lalu, IHSG melonjak 10,64 persen, menjadikannya pasar dengan pemulihan tercepat di dunia setelah sentimen global anjlok akibat perang tarif yang diluncurkan Amerika Serikat (AS)

Sebagai perbandingan, indeks saham negara maju seperti S&P 500 di AS mencatatkan kenaikan 7,89 persen lebih kecil dari Indonesia, dengan indeks DAX Jerman 8,29 persen, dan Nikkei Jepang sebesar 5,62 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi domestik Indonesia kini menjadi pembeda utama," kata Mulya dalam pernyataan resmi.

Kedua, adalah pengumuman Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani pada 23 April malam, bahwa realisasi investasi Indonesia pada triwulan I/2025 mencapai Rp465,2 triliun, naik 15,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Mulya menjelaskan, capaian ini setara 24,4 persen target tahunan, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 594.104 orang. Dari capaian itu, sebanyak 50,9 persen investasi mengalir ke luar Pulau Jawa, menunjukkan kontinuasi pemerataan ekonomi.

Kabar ketiga, adalah kenaikan peringkat Indonesia dari "neutral" menjadi "overweight" pada laporan strategi ekuitas global pada 24 April oleh lembaga keuangan global UBS.

Untuk diketahui, istilah overweight digunakan dalam investasi saham oleh analis atau manajer investasi terkait rekomendasi membeli lebih banyak karena diprediksi akan memberikan imbal hasil yang lebih tinggi.

"UBS menyebut bursa saham Indonesia sebagai pasar yang sedang dihargai murah - mendekati valuasi terendah sejak pandemi," ujar Mulya.

Selain itu, UBS memproyeksikan arus dana masuk dari institusi dalam negeri seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Danantara dalam tiga tahun ke depan.

Menurut Mulya, ada beberapa alasan UBS menaikkan peringkat Indonesia menjadi "overweight" dalam strategi investasi untuk pasar negara berkembang dan Asia-Pasifik (EM & APAC). Pertama, valuasi yang menarik.

"Valuasi pasar saham Indonesia saat ini berada di tingkat mendekati titik terendah era Covid, baik dibandingkan sejarah Indonesia sendiri maupun terhadap negara ASEAN lainnya," katanya.

Kedua, lembaga keuangan seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Danantara diperkirakan akan meningkatkan alokasi investasi ke pasar saham domestik. UBS memprediksi arus dana masuk sebesar US$8,3 miliar dalam tiga tahun ke depan dari institusi domestik, seiring proporsi investasi saham dalam total AUM mereka yang sebelumnya turun dari 37 persen pada 2014 ke 14 persen di 2024.

Ketiga, pasar Indonesia yang defensif. Mulya memaparkan, Indonesia adalah pasar dengan eksposur rendah terhadap perdagangan internasional dan sangat minim terhadap pasar AS.

"Ini menjadikan Indonesia sebagai pilihan defensif di tengah ketidakpastian global yang sedang dipicu perang dagang," ujar Mulya.

Keempat, tim analis UBS menunjukkan sentimen positif tertinggi dalam lima tahun terakhir terhadap beragam saham di Indonesia, memperlihatkan keyakinan terhadap fundamental dan potensi pertumbuhan.

Kelima, ketidakpastian terkait Danantara yang disebut mereda, sehingga menghilangkan salah satu faktor risiko dari pasar modal Indonesia.

"Dengan kata lain, Indonesia saat ini dinilai sebagai pasar yang undervalued namun solid, sangat cocok untuk strategi investasi defensif dan domestik di tengah ketidakpastian global," kata Mulya.

Dia menambahkan, indikator berupa pemulihan pasar modal tercepat, peningkatan investasi dan lapangan kerja, serta penilaian positif dari lembaga internasional menjadi sinyal bahwa fondasi ekonomi Indonesia yang kokoh semakin dilirik dunia.

Adapun daya tarik Indonesia bagi investor global juga dinilai Mulya sejalan dengan berbagai kebijakan Presiden Prabowo Subianto, yang mendapatkan kepercayaan dari para pelaku pasar domestik. Dalam sejumlah kesempatan, Prabowo kerap menekankan ketahanan dalam negeri penting di tengah ketidakpastian global.

Dengan data yang menyatakan bahwa strategi itu membuahkan hasil, Mulya berharap momentum yang baik ini dapat dipertahankan pemerintah.

"Walaupun kondisi ekonomi global yang sulit masih membayangi, kita patut berbangga Indonesia ternyata kuat dan mampu bangkit di saat banyak negara lain justru masih kesulitan," pungkas Mulya.

(rea/rir)

Read Entire Article
| | | |