Menteri Berganti, Bagaimana Kelanjutan Nasib Riset di Indonesia?

9 hours ago 1

Dewi Safitri

Dewi Safitri

icon-email

Lulus studi Science Tech in Society dari University College London dan sekarang bekerja untuk CNN Indonesia. Penggemar siaran radio dan teka-teka silang.

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi

CNNIndonesia.com

Jakarta, CNN Indonesia --

Sebelum diangkat jadi Menristekdikti, Satryo Soemantri sudah beberapa kali bertemu Prabowo Subianto baik sebelum maupun sesudah resmi menjabat sebagai presiden terpilih sejak 2024. Dalam posisinya terdahulu sebagai Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, sosok Satryo banyak dianggap mumpuni secara keilmuan dan berpengalaman dalam birokrasi sains, pendidikan tinggi dan riset.

Menurut Satryo, Prabowo punya visi besar untuk riset dan menjadikan pendidikan tinggi dan inovasi sebagai salah satu target unggul Indonesia dalam pemerintahannya.

Sebelum diangkat jadi Menristekdikti, kepada CNN Indonesia Satryo mengatakan persoalan utama dunia riset di tanah air adalah isu klasik seperti pendanaan dan kebijakan ekosistem riset yang tak mendukung. Ia menggarisbawahi pentingnya riset dasar (basic research) dan menyatakan tekadnya untuk memastikan adanya dukungan pendanaan bila dipercaya sebagai pemimpin kementerian Riset. Presiden Prabowo menurutnya menjanjikan akan mengambil diskresi kebijakan untuk riset itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Janjinya, diskresi Prabowo tersebut bisa menyangkut pendanaan maupun regulasi, kata Satryo dalam wawancara Agustus tahun lalu.

Pada kenyataannya bukan saja diskresi itu tak pernah muncul, realisasi kebijakan pemerintahan Prabowo memotong justru anggaran riset sebesar Rp14,3 triliun atau sekitar seperempat dari total anggaran Rp56,6 triliun.

Pemotongan ini sejalan dengan kebijakan pengetatan anggaran besar-besaran yang juga terjadi pada kementerian/lembaga lainnya, dus, isu riset dianggap sama dengan isu-isu lain yang anggarannya mudah saja dikurangi.

Bahkan Satryo kemudian tak bisa mempertahankan jabatannya setelah beberapa insiden mengemuka, termasuk rekaman pernyataan berkata-kata kasar pada pegawai kementerian, yang berakibat pada pengunduran dirinya Februari lalu.

Satryo yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Dirjen Pendidikan Tinggi (era Presiden SBY) selama delapan tahun, kini tercatat sebagai menteri dengan jabatan tersingkat: kurang dari empat bulan. Dalam tempo sesingkat itu, praktis tak ada kebijakan berarti yang ditinggalkan Satryo selama menjabat.

Brian Yuliarto sang suksesor

Pengganti Satryo, Brian Yuliarto, adalah sesama alumni ITB meski dengan selisih umur hampir 20 tahun. Muda dan punya karier cemerlang dalam riset nanoteknologi dan biosensor, Brian dipilih Presiden Prabowo meneruskan pengelolaan riset sains dan pendidikan tinggi.

Di berbagai laman resmi publikasi Kementerian, fokus Brian ada pada delapan bidang fokus riset utama, yaitu: pangan, energi terbarukan, kesehatan (termasuk pengembangan obat), transportasi, rekayasa keteknikan, pertahanan keamanan, kemaritiman, dan sosial humaniora, pendidikan, seni, dan budaya.

Mungkin karena masih agak dini, baru dua bulan sejak dilantik, sulit menemukan penjelasan dari Brian tentang bagaimana target-target ini akan direalisasikan.

Pertama, dibalik retorika pemerintah yang selalu membanggakan bangsa dengan potensi tumbuh sebagai "macan asia" serta janji menaikkan anggaran riset sampai 2% dalam masa pemerintahan 5 tahun ke depan, sejauh ini belum nampak narasi kuat dibangun ke arah itu. Yang terjadi justru pemotongan anggaran untuk proyek makan bergizi gratis dan Danantara.

Kedua, dengan anggaran mepet fokus pada delapan fokus Kemendikti di atas sekaligus, jelas akan sangat sulit. Bandingkan misalnya dengan Malaysia, yang memilih langsung fokus pada sektor kecerdasan buatan (AI), keamanan siber, inovasi digital, dan teknologi semikonduktor, sejalan dengan ambisinya membangun ekonomi digital dan berbasis inovasi pada tahun 2025.

Perbandingan lain bisa dilihat dari riset Singapura yang memilih terus mempertahankan daya kompetitifnya dalam riset dasar. Meski ada berbagai bidang yang dipilih, fokus Singapura ada pada manufaktur dan rekayasa tingkat lanjut (advanced) dengan tujuan mengembangkan teknologi manufaktur mutakhir untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya secara global.

Dua negara ini juga patut dicontoh dalam diversifikasi sumber pendanaan risetnya untuk mengurangi ketergantungan dari pemerintah. Malaysia kini mendapatkan sekitar 40% dana riset dari sektor swasta dan bertekad memaksa industri terus menaikkan anggaran penelitian hingga 70% dalam 5 tahun ke depan; sementara Singapura sudah mencapai 60% saat ini melebihi anggaran riset dari pemerintah.

Di Indonesia angka dana riset swasta baru mencapai sekitar 20%, yang meski nampak kecil sebenarnya justru menjadi peluang untuk terus digenjot di tengah anggaran APBN yang terus mengempis untuk riset.

Pertanyaannya: apakah langkah-langkah ke arah ini sudah masuk dalam perencanaan kebijakan dan bila iya, bagaimana aplikasinya? Sejauh dua bulan berjalan, belum banyak suara dibuka Kemenrisdikti soal ini. Pemberitaan ramai justru menunjukkan Kementerian masih kuat disandera sejumlah persoalan lama, termasuk kontroversi dana tunjangan dosen yang macet sejak 2020.

(sur/sur)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |