Jakarta, CNN Indonesia --
Mabes Polri buka suara terkait aplikasi World App yang viral di media sosial karena memberikan imbalan hingga sebesar Rp800 ribu bagi orang yang mau data retinanya atau biometri direkam.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan pihaknya membuka peluang penindakan bila ditemukan pelanggaran pidana.
Hanya saja, ia menegaskan penindakan hukum akan dilakukan setelah berkoordinasi dengan stakeholder terkait lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentunya akan dilakukan langkah-langkah. Namun demikian, setiap perkembangannya tentu proses penegakan hukum juga tidak terlepas dari sinergitas," ujarnya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Senin (5/5).
Truno menjelaskan seluruh aksi kejahatan yang berbasis teknologi menjadi perhatian serius bagi Kepolisian. Oleh sebab itu, ia menegaskan Polri bakal mengambil langkah terkait untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Kemudian melindungi mengayomi masyarakat serta penegak hukum dalam rangka Kamtibmas termasuk perlindungan dan pelayanan," katanya.
Sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan operasi sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan World Coin dan World ID.
Langkah tersebut diambil setelah viral platform ini memberi Rp800 ribu bagi orang yang mau data retinanya direkam. Kejadian itu berlangsung di Bekasi dan viral di media sosial.
"Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat," kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar dilansir situs resmi Komdigi, Minggu (4/5).
Penelusuran awal Komdigi mengungkap PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Perusahaan itu juga tidak memiliki TDPSE seperti yang diwajibkan perundang-undangan.
Sementara itu, Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE, tetapi bukan atas nama PT Terang Bulan Abadi. Layanan itu menggunakan TDPSE atas nama PT Sandina Abadi Nusantara.
Alexander menerangkan setiap penyelenggara layanan digital wajib terdaftar secara sah dan bertanggung jawab atas operasional layanan kepada publik.
"Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius," ujar Alexander.
Penjelasan pengelola World App
Sementara itu, Tools for Humanity (TFH), startup yang berada di belakang World pun buka suara setelah kegiatan mereka dibekukan pemerintah.
TFH menyebut pihaknya telah menghentikan sementara layanan verifikasinya di Indonesia dan akan melakukan komunikasi dengan pemerintah terkait izin mereka.
"World telah menghentikan sementara layanan verifikasi di Indonesia secara sukarela dan saat ini tengah mencari kejelasan terkait persyaratan izin dan lisensi yang relevan," tulis Tools for Humanity dalam sebuah keterangan yang diterima CNNIndonesia.com, Senin kemarin.
"Kami berharap dapat terus melanjutkan dialog konstruktif dan suportif yang telah terjalin selama setahun terakhir dengan pihak pemerintah terkait. Jika terdapat kekurangan atau kesalahpahaman terkait perizinan kami, kami tentu akan menindaklanjutinya," imbuhnya.
Perusahaan ini menyebut teknologi baru sering dipandang skeptis dan dibayangi kekhawatiran sebelum akhirnya diterima semua pihak.
Mereka menyinggung hal serupa terjadi pada produk seperti ponsel, mobil, dan komputer saat pertama kali dikenalkan, seraya menyebut, "seiring waktu, terbukti membawa manfaat besar bagi masyarakat."
Maka dari itu, TFH mengaku berhati-hati dalam memperkenalkan platform tersebut di Indonesia.
Lebih lanjut, TFH mengatakan pihaknya memanfaatkan teknologi untuk memverifikasi keunikan individu di era AI, terlebih ketika misinformasi dan disinformasi, termasuk pencurian identitas dan deep fake, merajalela.
"Proses ini dilakukan tanpa menyimpan data pribadi siapa pun, dan sebaliknya, kami menyerahkan kendali penuh atas informasi tersebut kepada sang pengguna," tegasnya.
"Informasi ini tidak dapat diakses oleh World maupun pihak kontributor seperti Tools for Humanity," sambungnya.
(tfq/kid)